Posted in Langit Senja, Maternité, Thoughts

Mengenal Hyperlexia

Draft ini sudah tersimpan selama lebih dari empat tahun. Saat itu semua masih kabur dan kalut. Saya tulis panjang lebar karena saya ngga mau lupa apapun yang saya baca dan rasakan saat itu.

Melanjutkan dari post ini.

Anak saya memiliki kondisi yang dinamakan Hiperleksia.

Hiperleksia adalah kondisi yang cukup langka dan tidak sepopuler kawannya, dyslexia.

Hyperlexia is a syndrome characterized by an intense fascination with letters or numbers and an advanced reading ability.

Children who have hyperlexia read at levels far beyond what is expected at their age“.

Hiperleksia adalah sebuah kondisi dimana seorang anak memiliki kemampuan membaca di atas usianya dan ini terjadi sebelum usia 5 tahun. Kata kuncinya adalah : self-taught.

Bisa membaca TANPA pengajaran.

Namun, kemampuan ini tidak diikuti oleh kemampuan MEMAHAMI bacaan yang setara dan kemampuan berbicara yang sesuai dengan usianya.

Dari gambar di atas terlihat jelas bagaimana Hiperleksia ada di sebrang dyslexia. Kebalikan dari anak dyslexia, anak dengan hiperleksia memiliki pengenalan word/symbol yang baik namun pemahaman yang kurang.

Salah satu akun advokasi hiperleksia @andnextcomesl yang saya ikuti menjelaskan dengan baik tentang hiperleksia di bawah ini

Butuh waktu beberapa lama untuk memproses semua ini dan tiba-tiba semua kejadian-kejadian yang sudah lalu menjadi masuk akal :

– Tiba-tiba bisa baca sebelum ulang tahun ke empat. Baca ya, bukan mengeja.

– Baca kamus bergambar berulang-ulang dan menghafal semua isinya

-Melihat benda dan menyambungkannya ke bentuk huruf. Ex : Mommy, it’s a …, it looks like A/B/C, etc.

– Cepat membaca not balok dan huruf arab.

– tanpa pernah diajari, tiba-tiba hafal perkalian.

– Menghafal nama bus dan jurusannya ketika di London, bahkan ketika hanya pernah naik sekali atau pun yang bahkan di luar daerah tempat tinggal kami.

Seperti Dyan @andnextcomesl, salah satu pertanyaan besar saya sejak bertahun-tahun lalu :

Ini jawabannya :

Saya menghabiskan satu hari membaca semua post dari akun ini dengan perasaan campur aduk. Rasanya seperti waktu pertama kali berdiri di depan papan DLD di Alfred Salter 6 tahun lalu.

Menemukan (sekali lagi) apa yang saya cari. Tapi kali ini, semua terasa pas dan benar.

Hiperleksia bukan diagnosis yang berdiri sendiri. Dia bisa bergabung dengan kondisi lain seperti ASD, ADHD atau SPD.

Ada 3 kategori hiperleksia :

Secara kasat mata, anak saya bisa berada antara hiperleksia tipe 2 atau tipe 3. Tipe 3 ini adalah hyperlexia dengan autistic trait namun bukan autistic. Ini yang memerlukan tes objektif lebih lanjut.

(Tarik nafas, lap keringet dan air mata).

Apa level anak saya saat ini? (Konteks : 4 tahun lalu)

Anak saya berkomunikasi sehari-hari dengan baik. Bahkan ‘terlalu baik’ jika memang ada kondisi lain selain hiperlexianya. Sangat suka matematika. Sangat suka bermain make-up, baru-baru ini lumayan bisa main skateboard.

Tapi jelas memerlukan terapi wicara yang terstruktur. Jadi bukan buat belajar bicara atau memperbaiki bicaranya, tapi untuk melatih pemahamannya terhadap bacaan.

Sebenarnya, membaca sudah jadi rutin harian sejak bayi. Tahun lalu lockdown di London, sekolahnya memberikan apps membaca dan matematika gratis buat orangtua (Epic! dan Numbots) . Sampai saat ini kami masih menggunakan keduanya. Setiap hari. Jatah Epic! gratis dalam seminggu adalah 2 jam. Idealnya sehari 20 menit, tapi seringnya dia membaca dua kali lebih lama sehingga kadang 2 jam sudah habis sebelum seminggu.

Ada pilihan Epic! unlimited yang kami akan berikan. Langgannya per bulan sekitar 130 ribu. Kalau bayar sekaligus setahun terakhir kali cek sekitar 1 juta. Aplikasi ini bagus sekali. Pilihan bukunya beragam dan menarik.

Di apps Epic! ini, pada sebagian besar bukunya, di bagian akhir terdapat quiz antara 5-8 pertanyaan pilihan ganda untuk melihat pemahaman anak terhadap buku yang baru dibaca. Anak saya cukup bisa menjawab hampir semua pertanyaannya.

Sedikit contoh :

Skor rata-rata quiznya berkisar antara 80-100%. Jadi, pada umumnya, dia paham apa yang dibaca.

Bagian yang memerlukan support lebih baik adalah bagaimana menjawab secara verbal atau menjawab tanpa pilihan. Selain itu juga, perlu banyak berlatih bagaimana memahami kalimat implisit. Salah satu ciri spesifik dari anak hiperleksia ini adalah mereka memahami kata secara literal.

Kira-kira seperti itu gambarannya.

Di satu sisi, saya bersyukur sekali kembali dipertemukan dengan apa yang selalu dicari. Penting sekali buat benar-benar mengerti untuk bisa menerima dan melanjutkan ‘perjalanan’.

Di sisi lain, ngga peduli sudah menghadapi ini bertahun-tahun, ini ngga mengurangi kegelisahan dan pernyataan, dalam tahap apapun, ini tidak (pernah) mudah.

Tapi, mengutip kata-kata dr. Mustafa dan dr. Sally di post ini cukup memberi sedikit penghiburan :

She’ll be ok”.

Every child will find their way. Something that we worry too much now could be irrelevant in the future”.

Semoga.

Kata Marthin Luther King Jr :

“We must accept finite disappointment, but we must never lose infinite hope”.

Betul. Tanpa harapan, kami ngga akan pernah sampai ‘di sini’. Harapan yang bawa sampai sejauh ini dan saya percaya, akan lebih jauh lagi.

Akhirnya, dari saya setelah semua yang telah dilewati dan akan dilalui :

It takes a village to raise a child.

It might take a lifetime to understand her.

Unknown's avatar

Author:

Pas special, J'ai seulement besoin de beaucoup de privee

Leave a comment