Posted in Places, Review

Tiga Hotel untuk Keluarga

Tahun ini alhamdulillah sekali banyak dikasih kesempatan untuk libur kecil-kecil yang didapatkan karena Pak Dokter ada acara seminar atau raker dan mengizinkan buat bawa keluarga.

Tiga hotel ramah anak yang dicoba tahun ini dua karena Pak Dokter seminar, satu sebagai hadiah ulang tahun buat berdua. Kita hampir ngga pernah kasih kado dan kebetulan ultah cuma beda lima hari sekalian buat ultah Langit yang beda sebulan. Buat Langit tentu ada kado barangnya. Kita ngga sepelit itu juga kok😁. Satu hotel di Surabaya, satu di Jakarta, dan yang terakhir dimana tulisan ini dibuat yaitu di Bogor.

1. JW Marriot Surabaya

Sepanjang tahun nginep di beberapa hotel, ini juaranya (dari belakang ada yang nyelutuk “ya iyalahh, Marriot kali”). Dapet kesempatan buat nginep di sini karena Pak Dokter dikirim seminar dari tempat WKDSnya karena dokter yang ditunjuk berhalangan jadi diminta gantiin. Waktu itu baru sebulan WKDS dan ketika tau dikirim ke Surabaya, setelah berdebat panjang lebar dengan hati nurani dan tabungan karena baru bulan lalu musti ngeluarin buat ke Batu Licin dan bulan depannya ada tiket mudik, dibeli lah dua tiket ke Surabaya. Ternyata, uang tiket yang dikeluarkan benar-benar sebanding apa yang didapat di Surabaya.

Hotelnya terletak di pusat kota, sepuluh menit jalan kaki ke Tunjungan Plaza. Kamar yang didapat sangat luas dengan satu tempat tidur King, kamar mandi bathtub dan shower, viewnya pool dan kolam. Kalo malam bagus sekali liat Surabaya bercahaya dari balik jendela. Kolam renangnya luas bersih, stafnya semua otomatis menyapa dengan ramah.

Salah satu yang buat kami sangat impresif dan akhirnya jadi tolak ukur money worth hotel-hotel berikutnya yang kita datengin adalah sarapannya. Sarapan di JW Marriot Surabaya itu salah satu yang paling menyenangkan dan mengenyangkan. Pilihannya bukan sekedar banyak, tapi juga super enak. Masakan Indonesia, western, japanese, pastry, salad, buah, roti, sereal, donat, bahkan es krim! Iya, es krim di sarapan dan es krimnya enak. Bukan cuma Langit yang hepi.

Tiga hari nginep disana, kita bener-bener keluar dari restoran dengan senyum lebar. Saya ngga melewatkan sushi dan tempura tiap pagi. Biarpun bukan yang wah sushinya, tapi saya seneng makannya. Makanan buffetnya enak, donat dan pastry juga enak, es krim alpukat dan vanillanya bikin pengen nambah, dan restorannya pun cozy sekali. Ada area di luar yang tertutup tapi bisa sambil nikmatin matahari pagi. Masih di area sarapan yang di luar ada tangga menuju lantai dua yang ternyata adalah playground indoor buat anak.

Playgroundnya cukup luas, mainan cukup banyak dan mereka taro beberapa macam snack seperti jelly, permen,coklat kecil dan lolipop yang boleh diambil gratis. Tiap pagi abis sarapan Langit main di atas dulu sambil naro snack yang tersedia di tas buat bekal jalan kaki sama mama.

Saya ngga tau seperti apa yang di Jakarta karena letaknya di pusat bisnis, Marriot Surabaya ini juga banyak dipakai oleh pertemuan-pertemuan nasional dan internasional, tapi ambiencenya itu tetap friendly dan jauh dari kaku. Di antara orang-orang dengan batik dan jas, keluarga-keluarga kecil dengan anak-anak pun ada. Suasana restoran yang riuh tapi ngga rusuh. Semua pujian diberikan tanpa berlebihan buat hotel ini. Ketika dicek rate kamarnya dengan sarapan untuk semua hal yang kita dapet di hotel ini, harga yang tertera terasa murah.

Sedikit tambahan, ngunjungin Bali, Jogja, dan Solo tahun ini, tapi Surabaya yang paling berkesan. Kotanya bersihhh, trotoar lebar, ngga liat macet, makanan enak (selain hotel), naik becak keliling kota sama Langit abangnya baik, bangunan-bangunan tua yang terawat. Sepuluh dari sepuluh buat tiga hari di Surabaya.

Kalo ke Surabaya sangat mau nginep di hotel ini lagi!

2. Hotel Borobudur Jakarta

Hotel ini cukup familiar karena dulu sebelum nikah pun cukup sering staycation di sini sekeluarga. Sempet tiga kali yang semuanya cuma pilih room only tanpa sarapan. Mungkin karena berlima juga, jadi lumayan.

Karena dulu nginep di sini udah bukan anak-anak, jadinya ngga pernah tau kalo hotel ini punya banyak hal buat anak-anak. Bawa Langit ke sini karena hotel ini punya area playground outdoor yang luas dan banyak mainannya. Taman hijau yang luas dan mereka punya Rumah Kupu-Kupu. Kita pergi ke rumah Kupu-kupunya dan itu seperti penangkaran dari fase ulat, kepompong sampai jadi kupu-kupu.

Kolam renangnya olympic dengan tingkat kedalaman yang sangat beragam. Kamar tidur yang kita pilih twin bed yang ukurannya sebenernya kecil buat dua orang dewasa tapi cukup untuk dua anak kecil. Peralatan standar semua ada dan dengan bathub. Kenapa bathtub sering saya sebut karena Langit suka bener main busa di bathtub. Jadi hotel dengan kamar mandi bathtub punya poin plus.

Sarapan. Nah,sulitnya adalah abis kenal sarapan di Marriot, standar sarapan hotel bintang empat atau lima jadinya mengacu ke sana😂. Jadi waktu sarapan di Borobudur kesannya ya kok biasa ya. Pilihannya cukup tapi ngga banyak, rasa ngga semuanya enak, buat kita. Dan kita ngga ngabisin waktu lama juga.

Highlight nginep semalem di Borobudur itu ada di sebrang hotelnya dan di jalan Sabang. Di sebrang hotel, ada Lapangan Banteng yang sekarang udah bagusss banget. Bersih. Area playgroundnya luas, mainan banyak dan baru, alasnya bawah karet dan di sebelahnya ada lapangan bola dan lapangan basket. Selasa pagi di sana dosis ramenya pas banget. Langit bawa kick bikenya. Di bagian lain ada playground dengan tema hutan. Kecil tapi ya oke. Hampir ngga yang main di sana.

3. R Hotel Rancamaya, Bogor.

Hotel sekaligus liburan terakhir di tahun ini, alhamdulillah. Setelah Borobudur, ekspektasi agak diturunkan supaya ngga ngerasa kaya Marriot ke Borobudur, hehehe. Emang bener sumber kekecewaan itu ekspektasi yang berlebihan, ternyata pas diturunin kenyataannya lebih menyenangkan.

R Hotel sangat menyenangkan. Karena jauh kemana-mana jadi memang full nghabisin waktu di hotel. Luas, hijau, bersih,banyak kegiatan buat anak seperti kasih makan rusa, ikan, kelinci, keliling naik kuda poni, sewa otopet, ATV, playgroundnya pun bagus. Ada Kids Club juga tapi ngga kesana. Kolam renang luas dan banyak. Kids pool terpisah di dua tempat. Area hijaunya juga enak buat jalan atau lari pagi.

Kamar yang kita dapet sepertinya yang paling bawah mengingat kastanya juga masih paling bawah(😄), tapi buat kita yang cuma bertiga enak. Tempat tidur twinnya lebih luas dari Borobudur. Pas buat dua orang dan ada sofa dekat jendela yang cukup nyaman buat tidur juga. Jadi kalo buat keluarga lima orang masih oke. Ada balkon kecil juga yang menghadap ke taman. Kamar mandi shower tanpa bathtub. Peralatan lain lengkap.

Baru kali ini sepertinya nginep yang makan tiga kali di hotel karena memang udah dibayarin semua juga selain jauh kemana-mana. Sebagai tolak ukur hotel paling penting untuk kita, hotel ini lulus soal makanan. Dari lima kali makan (pagi, siang, malam), hampir semuanya enak. Makanan Indonesia, roti, donat, kue, pasta, steak, dan masih banyak lagi. Variasinya beneran banyak dan menarik. Pas makan malam hari Sabtu ada sekoteng, asinan, cendol, soto mie, kebab, dan masih banyak lagi. Rugi sebenenrnya bayarin tipe kaya keluarga saya. Pasnya yang kuat nyoba semua. Karena emang menarik pilihan menunya dan rasanya ngga mengecewakan.

Dibanding Novotel Bogor yang sama-sama jauh buat cari makan di luar, jelas lebih oke R Hotel. Memang secara harga lebih mahal, tapi value for money pun lebih baik.

Buat kita, hotel ramah anak bisa bener-bener dinikmatin kalo bukan pas liburan sekolah. Terlalu banyak anak udah ngga nyaman. Berisik dan chaos. Kebetulan waktu rakernya ini pas banget. Akhir tahun tapi belum waktunya liburan. Jumlah anak-anak yang ada masih tolerable. Jalan menuju ke sini juga ngga macet. Suasana restoran, kolam renang, playgroundnya pun bisa dinikmati dengan baik. Saya yakin review tentang hotel ini bisa beda banget kalo ke sini lebih akhir tahun lagi😁.

Review lengkap dan foto bagus jelas bisa cari di masing-masing website hotelnya. Tapi, semoga sedikit insight disini bisa membantu.

Selamat liburan!

Posted in Places, Review, Travel

Memilih dan Pengalaman Menggunakan AirBnb di Luar Negeri

Beberapa waktu lalu sempat baca ada seseorang yang tanya pengalaman pake AirBnb karena sama sekali belum pernah dan bingung bagaimana cara memilihnya. Saya baru sadar kalau AirBnb masih kurang meyakinkan buat sebagian besar orang sebagai tempat menginap kalo bepergian. Memang hotel jelas lebih aman dan terpercaya, apalagi ke tempat yang kita pun ngga familiar. Lebih praktis dan ngga ribet juga. Kalo hotel yang udah punya nama, selama cocok harganya, beres.

Empat kali memakai jasa AirBnb di luar negeri dan belum pernah sekalipun di dalam negeri. Untuk liburan domestik, saya masih team hotel karena ya bisa disesuaikan sama budget dan ngga perlu banyak beres-beres, buat saya.

Sedangkan kalo ke luar negeri dengan budget ketat, hotel jelas di luar pilihan. Buat saya, AirBnb ini salah satu ide jenius. Liburan jauh dari rumah tapi seperti punya rumah untuk pulang setelah seharian jalan. Penting buat orang rumahan (kaya saya).

Pengalaman menggunakan AirBnb di Paris, London, Manchester, dan Tokyo, alhamdulillah semuanya aman, menyenangkan, dan sesuai budget. Ketika pencarian Airbnb dimulai, beberapa filter yang pasti saya tetapkan :

1. Seluruh apartemen (Entire place)

Karena selalu pergi sekeluarga, berbagi dengan hostnya ngga akan jadi pilihan. Pergi sendiri juga ngga bakal milih sharing sih😀.

Semua AirBnb yang pernah dipesan di Paris, London, Tokyo, dan Manchester adalah seluruh apartemen.

2. Harga per malam.

Kedua, jelas harga. Titik bulat yang menunjukkan range harga jelas langsung digeser sekiri mungkin buat traveler budget pas-pasan kaya saya sampai batas ketersediaan tempat. Kalo ngga dapat, terpaksa geser ke kanan. Sedikit.

Kita bisa set berapa harga per malam sesuai budget yang ditetapkan. Tentu dengan konsekuensi ya. Semakin murah, pilihan semakin terbatas dan jelas ada harga ada rupa. Biasanya kompensasi lain untuk harga adalah lokasi. Semakin dekat ke pusat kota biasanya semakin mahal. Begitu pun sebaliknya.

  • Pengalaman

Di Paris tinggal di daerah Boulevard Saint Germaine di 5th arrondisement, dekat dari Sorbonne dan bisa jalan kaki ke Pantheon, Notre Dame, lima belas menit dari Jardin des Luxembourg, studio mini 2 tempat tidur di lantai 6 disewa seharga Rp 850.000.

Di London tinggal agak jauh dari pusat kota karena nyerah nyari yang harganya di bawah sejuta/malam ngga dapet-dapet. Apartemen ini 2 kamar, bisa early check in, late check out, foto oke, host responsif.

Akhirnya dapet di harga Rp 1.600.000 per malem di daerah Angel Islington. Ada bis langsung ke King’s Cross dan London Bridge. Apartemennya nyaman sekali, lengkap dapurnya, bersih. View dari lantai 7 bisa liat The Shards dan kalo malam bagus banget.

Di Manchester seperti di London juga sewa flat 2 kamar yang letaknya di lantai dasar dan 15 menit dari Manchester Picadilly. Harganya Rp 1.000.000/malam.

Inggris emang mahal ya. Cuma kalo dibandingin hotel buat saya jadi ngga mahal. Karena ya itu, kenyamanan AirBnb yang punya dapur lengkap dan bisa masak sendiri hotel ngga punya.

Di Tokyo sewa studio kecil di daerah Bunkyo-ku tepat di depan Tokyo Dome. Bukan yang populer turis juga tapi buat kita oke karena deket ke subway, ke playground, supermarket, Tokyo Dome yang asik buat nongkrong, dan jalan utama. Harga sewa Rp 550.000/malam.

Oya, di AirBnb harga per malam juga dipengaruhi oleh banyaknya tamu yang nginep ya. Masukin 1 orang atau lebih harga per malamnya berbeda.

3. Peraturan Check in/Check Out

Salah satu hal yang mungkin buat orang lain ngga penting tapi buat saya sangat penting adalah fleksibikitas cek-in dan cek-out,bahkan lebih penting dari lokasi. Buat saya ini yang buat AirBnb punya keunggulan dibanding hotel yang hampir pasti strict dengan waktu masuk dan keluar.

Kalo bepergian ke luar negeri saya sebisa mungkin cari jam penerbangan bukan sesuai jam tidur Langit tapi justru yang waktu tiba di kota tersebut sesuai dengan jam cek in Airbnb yang dipesan. Tapi, karena seringnya agak sulit dan pasti berurusan juga sama harga tiket, saya lebih milih kirim pesan ke host untuk tanya apa mereka mengizinkan early check in atau late check out.

Setelah belasan jam di pesawat, hal yang paling kita butuh ya tempat istirahat yang bener. Badan lengket, mata ngantuk, laper, ga ada lagi tenaga buat luntang-lantung geret-geret kopet kesana kemari sambil nunggu jam cek in. Dan buat traveler rempong kaya saya yang selalu bawa makanan juga dari rumah, pengennya sesegera mungkin ketemu kulkas. Di hotel luar, ngga semuanya ada kulkas, tapi AirBnb pasti punya dan biasanya kulkas yang oke. Nah kan, jadi kemana-kemana.

Kembali lagi masalah cek-in dan cek-out. Selain early cek-in, atau sebaliknya, penerbangan pulang masih malam, tapi kita sudah harus keluar dari pagi. Bawa koper kesana kemari, atau nunggu di bandara berjam-jam itu salah satu yang paling saya hindari. Pergi sama anak kecil akan beda tantangannya. Orang dewasa aja bete kalo lelah apalagi anak-anak.

Makanya, filter waktu check in check out selalu saya set ketika pilih airbnb. Kalo hostnya bilang ngga bisa ya udah, cari lagi sampe dapet. Dan alhamdulillah, selalu dapet. Ngga perlu buru-buru. Tunggu.

  • Pengalaman

Di Paris kami rekues early check-in dan late check out karena sudah sampai Paris jam 10.00 dan pesawat pulang baru jam 18.30. Alhamdulillah dapet host yang baik tanpa biaya tambahan apapun. Di London rekues untuk early check in aja. Sedangkan di Tokyo dan Manchester kita ngga ada masalah.

Jangan salah ya, nemu yang bisa early cek-in dan cek out ini ngga gampang. Jadi harus ketemu paling ngga yang sehari sebelum kita dateng dan ditanggal kita cek out juga kosong. Jadi dapet yang bisa seperti ini pun setelah cari-cari sampe pusing dan setelah beberapa kali penolakan. Tapi ya itu, ngga apa-apa. Selama sabar dan usaha cari terus, percaya pasti ada. Kaya jodoh.

Di Paris dan London, check in dan check out dilakukan dengan host atau orang yang ditugaskan mengurus apartemen. Jadi beneran ketemu dengan orang langsung. Sedangkan di Manchester dan Tokyo dilakukan self-check in. Jadi setelah konfirm dan dua minggu sebelum kedatangan, kita dikirimkan buku panduan via email dan cara check innya. Host Tokyo detil sekali menjelaskan berbagai hal di buku panduan. Sampai cara memisahkan sampah pun ada!

4. Lokasi

Ini erat hubungannya sama poin ke dua. Semakin populer tempatnya biasanya semakin mahal. Kalopun ada yang murah biasanya ya apartemennya juga menyesuaikan.

Lokasi juga penting kalau ada atraksi atau yang memang ingin dikunjungi dan kemudahan akses transportasi. Misalnya dekat dengan halte bis atau stasiun subway/metro. Tapi buat saya lokasi itu bisa diatur. Yg penting sesuai sama budget dan bisa cek in fleksibel.

Seperti yang sudah dijelaskan di atas :

  • Paris di Boulevard Saint Germaine (left bank, 5th arrondissement)
  • London di daerah Islington, di North kalo liat dari kodeposnya.
  • Manchester di Aquarius Street, 15 menit dari Picadilly, bisa jalan kaki ke University of Manchester.
  • Tokyo di daerah Bunkyo-ku dekat Tokyo Dome. Subway terdekat Korakuen Station.

5. Foto dan petunjuk praktis

Nah, ini juga penting. Saya hampir selalu pilih airbnb yang nyantumin foto lebih dari 10. Makin banyak dan detil yang dicantumkan semakin meyakinkan. Apalagi kalo foto apartemennya bagus, trus dikasih juga gambaran gimana cara sampe ke apartemen dari bandara berikut alat transportasi umum yang bisa digunakan selain taksi tentunya.

Foto memang terkadang beda dari aslinya. Tapi ngga mungkin beda 100% juga. Jadi, semakin banyak dan bagus fotonya menurut saya semakin aman karena berarti hostnya niat.

  • Paris mencantunkan 15 foto tapi sudah lebih dari cukup karena memang kecil
  • London mencantumkan 35 foto kalo saya ngga salah ingat.
  • Manchester hanya 12 tapi cukup jelas.
  • Tokyo mencantumkan 49 foto.

6. Review

Setelah harga cocok, lokasi oke, foto meyakinkan, sebelum akhirnya ke langkah ke tujuh, baca review rumah tersebut wajib dilakukan. Kalo hotel, hampir ngga pernah baca review, tapi kalo AirBnb wajib.

Oya, AirBnb punya badge Superhost buat rumah yang memang sudah banyak digunakan dan mendapat review bagus dari customernya. Empat kali saya pergi, ngga pernah pilih yang superhost karena biasanya ngga fleksibel cek-in. Mereka biasanya full booked, jadi ngga memungkinkan untuk kita cek in atau cek out lebih awal atau akhir.

Iya, sepenting itu fleksibel cek-in buat saya.

Empat kali di empat tempat yang berbeda reviewnya pun bukan yang sampe puluhan dan ratusan, hanya sekitar delapan, sebelas, paling banyak dua puluh. Satu hal yang jelas, semua reviewnya baik, dan sangat sedikit review yang ada “the host canceled this booking”. Host bisa membatalkan booking dengan atau tanpa persetujuan kita.

7. Mengirim pesan kepada host

Nah, kalo enam hal itu udah jelas, atau misalnya semuanya udah sreg, tapi fleksibel cek-in masih belum jelas, biasanya hal terakhir sebelum saya tekan ‘book’ adalah mengirim pesan kepada hostnya.

Meskipun bisa saja langsung pesan, tapi saya lebih suka dan pas kalo sebelumnya memperkenalkan diri dulu sekaligus ‘melihat’ respon hostnya. Biasanya di dalam pesan yang dikirimkan saya kenalkan nama, asal kota dan bilang kalo saya tertarik untuk memakai tempat mereka di tanggal yang ditentukan.

Saya juga menjelaskan dengan siapa saja saya akan datang. Oya, ngga semua rumah itu mengizinkan anak-anak ya, jadi kalau bawa anak terutama di bawah 12 tahun, sebaiknya dijelaskan.

Lalu kalo seandainya saya punya pertanyaan saya tanyakan dibawahnya sepertu ketersediaan alat dapur dan ya itu apakah memungkinkan untuk fleksibel cek-in. Bagusnya di AirBnb ini, mereka kasih respon rate buat setiap host. Jadi kita bisa kira-kira kecepatan pesan kita dibalas. Ada yang bahkan ngga balas sama sekali. Ada yang ketika tau bawa anak menolak. Dan ngga perlu sedih, cuma perlu cari lebih banyak. Setelah empat kali pakai, saya yakin, kita akan nemu sesuai dengan yang kita mau, jadi ngga perlu buru-buru.

8. Self-room service

Ngga bisa nemu kata yang pas buat artiin ini. Cuma di AirBnb karena kita menyewa rumah orang jadi memang sebaiknya kita bantu jaga kebersihan dan kerapihannya. Buat sebagian orang emang mungkin ngga pas karena liburan jauh-jauh musti beres-beres (alesan yang sama yang saya pake kalo liburan domestik pilih hotel).

Saya hampir selalu pilih yang studio supaya semakin kecil semakin sedikit area beres-beresnya dan saya ngga akan milih rumah yang banyak printilan kecil-kecil mengingat pergi sama anak. Pokoknya cukup yang basic ada. Selama ini kita selalu bagi tugas siapa ngerjain apa. Jadi soal beres-beres, cuci piring, dsb ngga ada masalah. Ngga banyak juga.

Buat tipe orang yang kebanyakan mikir dan pertimbangan kaya saya, pencarian AirBnb ini seperti kesenangan sekaligus penyiksaan terhadap diri sendiri. Cari dengan berbagai tempat, naikin filter budget dikit-dikit, karena berdasarkan pengalaman, dengan kata kunci tempat yang sama, rumah yang keluar di daftar bisa berbeda. Makanya memang ngga perlu buru-buru. Rumah yang menjadi kandidat pilihan bisa kita tandai dengan simbol ❤ dan otomatis akan masuk ke wish list. Harganya juga bisa berubah lho. Memang ngga sebanyak itu, tapi kalo bisa dapet beberapa dolar lebih murah kenapa ngga, hehe.

Semoga bisa bantu sebagai pertimbangan memakai AirBnb ya!

Tertanda,

Customer yang sangat puas menggunakan AirBnb.

Posted in Places, Travel

Kabur ke Kuala Lumpur

Tahun ini Alhamdulillah rejeki jalan-jalannya terbuka lebar. Kabar kalo Pak Dokter diminta untuk menjadi pembicara di forum anastesi nasional disusul disuruh ikut simposium di Kuala Lumpur dateng bulan lalu. Setelah ikut seminar di Surabaya bulan Mei lalu dan ngerasain enaknya nginep di Marriot 3 hari dan keliling kota Surabaya yang rapi dan bersih, rejekinya Langit buat liat Kuala Lumpur sekaligus pulang kampung buat saya setelah enam tahun.

Tiga hari di Kuala Lumpur, saya cukup terkesan perubahan-perubahan yang ada di kota ini sejak enam tahun lalu terakhir di sana. Pembangunan di KL Sentral sudah selesai dan terminalnya bahkan lebih bagus dari bandara di Indonesia dengan tenant-tenant yang menarik. Jadi, sekarang kalo mau naik Monorail dari KTM atau LRT ngga perlu lagi ngelewatin jalan raya. Semuanya terhubung dengan jembatan penghubung indoor. Nyaman buat geret-geret koper.

Saya kurang tau sejak kapan tapi sekarang Kuala Lumpur punya bis GRATIS GO KL buat warganya dan turis ke beberapa tempat atraksi di sekitar Kuala Lumpur. Bisnya ada empat line : hijau, biru, pink, ungu. Nyaman banget. Buat turis yang nginepnya biasanya sekitaran KL Sentral atau Bukit Bintang dan KLCC, bisa kemana-mana dengan bis ini. Saya sempat coba yang line hijau dan ungu. Satu ke Pasar Seni/Central Market dan satu lagi ke KLCC. Cukup jalan kaki 300m ke halte pemberhentiannya. Busnya pun cukup sering.

Sama seperti di Surabaya, karena pagi sampe sore saya hanya berdua Langit dan kita ngga bawa stroller, jadi jalan-jalannya hanya di sekitar pusat kota aja. Hari pertama setelah sampe dan cek in hotel, tujuan pertama langsung ke Medan Tuanku. Ini tempat saya singgahin pertama kali sama ibu saya waktu sekolah tujuh tahun lalu. Kebetulan di sini sekalian belanja buah dan keperluan sehari-hari dan oleh-oleh seperlunya. Sogo Medan Tuanku selalu jadi departemen store favorit saya. Buat makan malem, bayar kangen di Chicken Rice Shop.

Hari kedua setelah sarapan kita jalan kaki ke KLCC. Pak Dokter simpo di Convention Centrenya, saya dan Langit jalan-jalan sendiri dan tujuan kita adalah KLCC Park.

Saya iri sekali. KLCC Park bukan sekedar taman. Tapi kaya hutan kecil di tengah kota. Pohon rindang, arena playgroundnya bukan luas, tapi SUPER BESAR buat ukuran outdoor,mainannya banyak dengan alas karet di bawahnya, ada kolam renang kecil, sebenernya seperti tempat main air ya, jalan khusus buat yang mau jogging, kursi taman buat duduk, suara burung berkicau, dan matahari pagi. Langit main di sana 2 jam dan saya ngga keberatan nunggunya. Seneng banget.

Sebagian kecil dari mainan di KLCC Park
Bersih, rapi, asri
Jalan kaki karena ngga punya pilihan
Si Kembar

Sampai sempet bilang, tahun depan ada capres programnya bikin kaya gini di lokasi yang terjangkau, saya pilih. Ngga peduli siapa. Taman kota kaya gini cuma bisa ada kalo pemerintahnya mikirin rakyatnya bukan cuma soal uang. Tapi lagi, sepertinya mental orang Indonesia belum siap ya untuk punya taman sebagus ini. Ngga lama mungkin udah penuh sama orang jualan. Kecuali ada aparat tegas yang jaga seperti halnya di KLCC Park ini.

Hari kedua saya habiskan seharian bareng Siti dan keluarganya, mantan teman sekamar saya waktu kuliah. Langit juga bisa main sama Hawaa. Salah satu doa saya setiap kemanapun adalah semoga selalu dipertemukan sama orang yang baik. Siti salah satu jawaban atas doa saya. Bahkan lebih dari ekspektasi saya.

Hari ketiga kita udah punya jadwal mau ke Aquaria KLCC sorenya. Paginya saya dan Langit berenang dulu trus kita jalan pake bis GO KL ke KLCC janjian makan siang sama Pak Dokter dan main di air mancur depan Suria.

Dalam perjalanan salah satu bis GOKL seorang bapak India tua ngasih kita tempat duduk dan nyapa Langit, “you are a beautiful girl,”. Setelahnya dia berdiri sambil nyari sesuatu di buku yang dia bawa. Ternyata dia mau kasih buat Langit. Gambar di bawah ini dia gambar di masjid Jamek.

Di perjalanan bis GOKL dari KLCC ke hotel, ada seorang turis dari Jerman yang berdiri dekat Langit. Dia tiba-tiba ngeluarin sesuatu dari tasnya dan nunjukin ke Langit. Stiker gambar bintang yang dia suruh Langit pilih. Saya selalu percaya kalo manusia itu pada dasarnya baik. Setiap kami traveling, hampir selalu ketemu dengan orang-orang ngga dikenal yang menunjukkan kebaikan-kebailan kecil.

Mungkin ini kenapa traveling itu penting buat kami, untuk melihat banyak hal di luar tempurung sehari-hari supaya mata dan hati juga tidak terkungkung.

Hadiah kecil untuk Langit di bis
Elephant sticker from a stranger

Kami masuk ke Aquaria sekitar jam 17.30. Tiket sudah dibeli via travel apps favorit buatan anak bangsa lulusan Harvard. Buat saya yang belum pernah ke Sea World, Aquaria KLCC cukup oke. Sepadan dengan harga yang dibayar. Ngga terlalu besar tapi cukup menarik. Biota lautnya juga cukup lengkap buat saya.

Selesai dari Aquaria, karena masih agak terang, kita mampir lagi ke playgroundnya KLCC Park. Langit main disana sampai maghrib. Setelah adzan kita jalan kaki lagi buat makan malem di warung Thailand deket hotel yang rating zomatonya tinggi banget. Sampai di Thai Boat Noddle, bener aja penuh. Padahal ya kaya warung beneran. Kita dapet meja di luar. Kaya warung bakso aja. Ternyata rasanya emang sesuai dengan rating zomatonya. Langit juga makannya lahap banget.

Dari Thai Boat Noddle, saya jalan-jalan sendiri di Pavilion sementara dua temen jalan lainnya balik ke hotel.

Hari terakhir pagi-pagi sementara Pak Dokter masih ikut simpo, saya ajak Langit ke KL Sentral naik Monorail. Tujuan utamanya beli roti cane buat dibawa pulang. Keluarga saya semua penyuka roti cane dan karinya. Waktu kuliah saya pernah bawa pulang 20 porsi roti cane😀.

Alhamdulillah tiga hari di Kuala Lumpur lebih dari cukup buat saya. Kenapa judulnya kabur? Selain karena homofon sama lumpur, saya emang kabur sebentar dari lelahnya kerja dan berkutat sama urusan rumah ketika Mbak Wi kesayangan lagi cuti. Semoga cepet balik dan kehidupan normal bisa kembali berputar. Amin.

Tulisan lama tentang Kuala lumpur sebelumnya.

Posted in Places, Review, Travel

Airport Transfer Ramah Koper (Paris, London, Tokyo)

Ada satu hal yang terlihat sepele tapi dalam prakteknya penting ketika traveling ke luar negeri bersama anak dan keluarga, setidaknya buat saya. Kenapa saya cetak tebal yang bersama anak dan keluarga? Ya karena kalo sendiri ngga ada masalah dan karena belum yang review tentang ini, mungkin bisa bantu yang punya rencana ke tiga kota ini sama keluarga.

Kalau milih Airbnb sudah lebih terstruktur karena ada aplikasi khususnya beserta review dari pengguna langsungnya. Tapi kalo airport transfer ini harus dicari satu-satu.

Asumsi tulisan ini adalah keluarga yang bepergian minimal tiga orang dengan anak kecil, pergi dengan minimal dua koper bagasi dan stroller masih ditambah dengan hand carry cabin. Yang terpenting : mau tetap nyaman walaupun budget pas-pasan😁.

Bepergian dengan Langit membuat saya jadi semakin control freak. Selain tingkat kesabaran yang tipis yang berbanding terbalik dengan tingkat kegelisahan yang tinggi, selalu buat saya nyiapin sampe ke printilan yang kadang ngga penting. Prinsipnya mendingan repot tapi secure.

Salah satu yang jadi perhatian saya adalah kenyamanan pulang pergi ke airport. Pertama dateng ke kota yang kita ngga kenal, ngga ada bayangan dimana letak Airbnbnya, dengan kondisi yang harus geret-geret koper dan barang lain, airport transfer yang nyaman itu membantu sekali. Yang akan saya bahas bukan moda transportasi online ya. Karena kalo dari bandara hampir ngga bisa pesen semacam grab atau uber karena hampir semua punya servis resmi angkutan bandara, seperti di sini aja.

Ini jadi penting karena buat turis rempong tapi duit pas-pasan kaya saya, nyaman penting, uangnya bisa menyesuaikan selama masih logis. Jadi, ini bukan ngebahas dari bandara naik metro/tube/subway/japan rail dan sejenisnya. Itu jelas ngga nyaman, sekali lagi, JIKA kita pergi dengan anak kecil plus stroller dan koper.

Saya akan bahas masing-masing sesuai pengalaman saya ke tiga kota ini.

PARIS

Airport transfer Paris adalah taksi yang berwarna hitam resmi bandara yang sudah menunggu ketika keluar bandara. Tempatnya dimana silahkan ikuti petunjuk atau tanya. Di antara tiga kota ini, buat saya Paris paling juara. Objektif ya, bukan karena saya team Paris garis keras, hehe.

Kenapa saya bilang paling juara? Tarif ke dan dari airport pake taksi apapun di Paris, tarifnya TETAP. Jadi, ngga ada tawar-menawar dan deg-degan melototin argo taksi. Informasi ini sudah saya dapatkan sebelum berangkat dari internet, jadi budgetnya sudah disiapkan dengan pasti.

Paris terbagi dan terbelah dua oleh Sungai Seine dan dikelompokan jadi 20 arrondisement. Inilah yang menentukan tarifnya. Kalo Airbnb yang dipesan ada di right bank atau bagian atas yaitu arrondisement 1,2,3,4,8,9,10,11,12,17,18,19,20 maka tarif ke dan dari bandara adalah 50€. Sedangkan jika kita tinggal di left bank atau bagian bawah antara arrondisement 5,6,7,13,14,15, maka tarifnya adalah 55€.

Saya pergi ke Paris tahun 2016 dan pada saat itu kursnya sekitar Rp 14.500. Jadi kalo dihitung dalam rupiah adalah sekitar 700 ribu lebih.

Mahal?

Ngga sama sekali kalo pergi dengan kondisi yang saya sebutkan di atas.

Saya bandingkan waktu itu dengan naik bus yang tersedia dan berhenti di beberapa titik pusat kota. Tarifnya adalah 17€ per orang. Dikali dua sudah 34€ dan kita masih harus nyambung lagi sampe ke airbnb yang dipesan, entah dengan taksi atau metro atau bus sambil gendong bayi dan koper. Harganya udah berapa tuh keringet dan repotnya, bagus kalo ngga nyasar. Biarpun saya bicara bahasanya, tetap bingung juga kalo ngga ngerti yang dijelaskan.

Tapi, cukup dengan bayar 50€ atau 55€, keluar bandara udah ditunggu, koper masuk bagasi, duduk tenang dan lega sambil senyum-senyum liat pemandangan kota dari balik jendela dan dianter sampe depan pintu Airbnb. Kalo naik kereta bawah tanah mana bisa.

Jadi, kalo pergi sekeluarga atau pun bareng temen yang minimal tiga orang dan tinggal di satu tempat, ngga usah mikir pilih taksi bandaranya Charles de Gaulle. Pulangnya pun dengan taksi biasa tarifnya sama. Ngga usah pusing.

Hidup Paris!

London

Buat London, sepert visanya yang bikin pusing, airport transfernya pun ternyata juga bikin pusing, buat saya. Kenapa? Ya karena budgetnya pas-pasan dan waktu UK trip saya pergi bukan hanya dengan anak kecil tapi juga orang tua. Jadi makin rempong. Apalagi ayah saya tipe yang selalu pergi dengan full service travel. Dari airport ke airbnb naik bis atau tube jelas dicoret.

Taksi hitam London ngga bisa dimasukin ke list karena mahal dan pake argo yang bikin jantungan. Ngga jelas bayarnya brapa sampai di tujuan. Saya suka yang pasti-pasti. Akhirnya hampir berminggu-minggu saya browsing tentang airport transfer dari dan ke Heathrow. Pilihan banyak, tapi lagi-lagi yang sesuai budget saya dikit, hehehe.

Setelah sekian lama akhirnya ketemu satu servis yang masuk ke budget saya dan bisa bayar pake kartu kredit untuk booking. Saya lebih suka pake CC jadi tidak nghabisin cash yang dibawa. Bawa cashnya pas-pasan juga😁.

Waktu itu saya memesan dari Unicorn Airport Transfer. Bisa pesan dari websitenya http://unicorntransfers.co.uk/mobile/. Semua form diisi online dan mudah banget. Kenapa akhirnya milih ini? Karena dapet PP dari dan ke airport kurang dari £100. Kurs waktu itu sekitar 16.500 rupiah. Saya bayar untuk PP £95.

Bayar sekitar Rp 1.500.000 pulang pergi, untuk 4 orang, 6 koper, buat saya murah. Inget ya, ini di eropa yang ngga bisa disamain dengan disini. Harganya kurang lebih sama kan kaya Paris.

Oya, waktu pemesanan kita harus nulis dengan lengkap untuk berapa penumpang dan mereka punya batesan koper yang bisa diangkut. Karena kita ngga bisa milih mobil paling murah kalo kita isi penumpangnya semakin mahal. Jadi mereka sudah menentukan mobil yang sesuai ketika kita mengisi jumlah penumpang. Buat kenyamanan juga ya.

Servisnya oke buat saya. Ketika jemput sudah ditunggu dan ketika mau pulang setengah jam sebelum waktu yamg ditentukan sudah nunggu. Hati-hati dengan waktu yang kita tetapkan. Sekali lagi, ini bukan Indonesia dimana nungguin penumpang beberapa menit adalah hal yang biasa. Buat mereka, ketika kita tulis jam 12.00, bukan jam 12.00 baru sampe, tapi jam 12.00 kurang sudah jalan. Iya, jam 12 kurang. Terserah kurang berapa.

Oya, masalah tipping : Paris dan London saya kasih tip ke supirnya. Paris karena bayar cash jadi saya lebihin, London karena dengan kartu kredit jadi hanya tipnya dengan cash. Semua diterima dengan senyuman.

Tokyo

Pengalaman dua kali ke Paris dan London bikin saya mikir Tokyo pasti gampang. Tapi, emang ya semua itu pasti ada kurang lebih. Jepang yang visanya super simpel ngga kaya UK dan Schengen yang ribet, ternyata airport transfernya jauh lebih ngga nyaman, untuk kondisi yang saya sebutin di atas.

Berminggu-minggu saya ubek-ubek ngga ketemu satu pun airport transfer yang sesuai dengan kantong dan akal saya. Paling murah yang saya temukan adalah 22.000¥. Kurs 1 yen : 130 rupiah, kalo ditotal jadi sekitar dua juta lebih. Hanya SEKALI JALAN.

Ngga sehat kan? Masa ngabisin 4 juta buat taksi. Yang bener aja.

Saya tau Jepang terkenal dengan Japan Railnya. Ada Narita Express juga. Tapi ya itu, ngga bisa berenti depan Airbnb kaya Paris dan London, jelas harus nyambung lagi pake taksi. Iya kalo udah deket, kalo jauh yah, mahal bener dan buang waktu.

Akhirnya karena ngga ada pilihan airport transfer pribadi, mau ga mau ya naik yang bareng. Airport Limousine Bus adalah pilihan yang paling baik buat saya yang nginep di daerah Tokyo Dome. Airport Limousine ini punya rute yang lengkap seluruh Tokyo. Tinggal cari yang paling deket sama penginapan. Bus ini bahkan berhenti di beberapa hotel besar seperti Le Meriden, Tokyo Dome Hotel, Grand Palace, dsb.

Bus ini punya berbagai jurusan, yang satu jurusan itu ada beberapa pemberhentian. Sebagai contoh, saya saya pilih yang ke Ikebukuro. Rute ini berhenti di 7 tempat diantaranya Tokyo Station, Le Meriden, Grand Palace Hotel, sisanya ngga hafal. Bisa refer ke websitenya Airport Limousine Bus. Ini menurut saya paling nyaman karena kalo naik bis koper disimpen di bawah dan ada petugas khusus yang nyusun berdasarkan tujuan tempat kita turun. Ngga perlu ada gotong-gotong koper naik turun tangga subway atau lewat lift.

Tarifnya flat : ¥3100 buat dewasa. Anak di bawah 5 taun gratis tapi dipangku. Kita pilih pangku Langit biar bisa duduk bareng karena formasinya 2-2. (Alesan dari supaya ngga kluar uang lebih). Kalo dikurs harga tiket bis buat 2 orang PP ngga jauh dari kita nyewa mobil di Paris dan London PP. Buat kantong saya, Tokyo ‘mahal’, hehe.

Karena Airbnb yang dipesan dekat dari Tokyo Dome, dan pemberhentian terdekat adalah Tokyo Dome Hotel, jadilah kita dari Tokyo Dome geret-geret koper sambil dorong stroller sampe ke Airbnb. Naik taksi bisa tapi kita ragu-ragu karena kalo naik taksi deket banget. Tinggal nyebrang. Kalo jalan kaki yaa lumayan juga. Tapi, ya sudah dijalanin juga.

Pulangnya kita naik Aiport Limousine Bus lagi dari Tokyo Dome Hotel, tapi dari Airbnbnya kita peseb uber. Untuk jarak sedeket itu kita bayar ¥800.

Di Tokyo, kita ngga kasih tip. Ragu sama baiknya orang Jepang, takut tersinggung dan ngga yakin brapa yang pantes. Selain itu, dari yang saya baca tipping emang ngga lazim di sana.

————————————

Mungkin itu yang bisa dijabarkan. Ngga perlu antipati naik taksi dari dan ke airport kalo bepergian dengan keluarga. Semoga bermanfaat!

Posted in Places, Review, Travel

Dua Hari di Yats Colony

Sepanjang tahun lalu hotel ini sering sekali terpapar di media sosial. Saking terlalu seringnya, sampe berhasil ngeracunin otak saya buat buktiin sendiri rating 8.8 di salah satu situs pemesanan hotel.

Saya pesan 2 kamar tipe RA dan KA. Untuk yang RA dipesan duluan untuk 2 malam sedangkan yg KA menyusul hanya 1 malam karena full booked.

Perbedaan 2 tipe ini adalah viewnya. Harga beda tipis cuma selisih 50 ribu. Untuk KA pemandangannya koridor, sedangkan kamar RA ada di lantai 2 dengan pemandangan kolam renang. Meskipun harga RA lebih mahal sedikit, menurut saya kamar KAnya kok lebih enak ya.

Kamar KA yang di dapet ada di lantai 1 gedung yang belakang, letaknya di pojokan, jendelanya menghadap taman kecil, kamar mandi yang lebih luas, jadi kaya paviliun sendiri. Sedangkan kamar RA ada di lantai 2, betul menghadap kolam renang tapi jarak pandang ya lantai 2 gedung sebelah. Kamar mandi agak sempit, wastafel di luar. Dua kamar yang saya pesan tidak ada kulkas dan pemanas air. Tapi di masing-masing koridornya tersedia dispenser dengan pantry kecil yang menyediakan teh, kopi, gula sachet dan gelasnya.

Kolam renang kecil tersedia, buat anak-anak juga bisa. Buat berenang santai cukup lah. Langit berenang dua hari berturut-turut dan hepi. Airnya ngga terlalu terlihat jernih, buat saya.

Semua kamar setau saya sudah termasuk sarapan. Dua hari sarapan di sini menurut saya cukup oke. Hari pertama dan kedua beda kecuali pastry dan minuman jusnya mirip.

Hari pertama saya cuma makan nasi pake ikan asam manis sama sup kimlonya. Enak. Ayah saya coba lempernya juga bilang enak. Hari kedua saya coba hampir semua dengan porsi mini. Nasi pake beef curry, pom pom yang rasanya kaya onion ring, bihun, nasi goreng, bubur ayam, dua danish pastry, dan orange jus. Mereka juga nyediain jamu lho. Ada beras kencur sama apa ya satu lagi lupa. Menurut oke semua sih. Langit juga makan dengan enak di dua hari sarapan.

Selain sarapan, dua malem di sana saya juga nyoba makanan room servicenya dan a la cartenya. Malem pertama saya coba rice bowl chicken salted egg dan tante sama sepupu saya pesen nasi goreng seafood. Saya suka rasanya dan porsinya pas banget. Harga standar untuk ukuran room servis. Buat saya sih sebanding antara harga, rasa dan porsi.

Hari kedua ada tante, om dan sepupu yang tinggal di Jogja main ke hotel dan diajak makan di restorannya. Makanan yang dipesan rice bowl dori sambel matah, chicken salted egg lagi, mie ayam jamur bakso, saya pesen ande-ande lumut kaya puding ager pandan gitu, ayah saya pesen affogato. Semuanya tandas.

Baru kali ini kayanya nginep di hotel yang tiap malemnya lebih milih makan di hotel daripada keluar. Jogja macet. Males juga keluar.

Secara keseluruhan, buat saya hotel ini oke. Di pusat kota, 15 menit dari stasiun, konsepnya artsy dan emang bagus ya pemilihan interiornya. Menarik. Ngga standar hotel-hotel biasa. Harga yang ngga semurah hotel jogja biasa menurut saya sesuatu yang dibayar untuk ide desain yang dinikmati tamu hotelnya.

Dari interior, eksterior dan pemilihan barang-barang dan material propertinya menurut saya apik dan detil. Setiap sudutnya baik di outdoor dan indoor emang instagramable. Dengan lahan yang ngga seluas itu, hotel ini nawarin suasana yang alam banget di tengah kota. Cuma ada 2 lantai di hotel ini dan ngga ada lift. Kalo dibandingin dengan hotel bintang lainnya, Yats Colony ini cocok disebut ‘down to earth’ menurut saya.

Saya ngga punya komplen apa-apa tapi kalo buat ayah saya dengan harga yang sama dia lebih milih Alana. Emang bukan selera hotel orang tua juga kali ya😁.

Kalo ada yang tanya, bakal nyaranin ngga orang buat nginep di sini? Kalo saya iya.

Kalo ditanya ke jogja lagi nginep sini lagi ngga? Bisa iya bisa ngga.

Kalo ditanya 1-10, dari saya kasih 8.2 buat hotel ini.

Mungkin bisa lebih karena kalo ngga nginep di sini, saya mungkin ngga akan tau kalo Langit bisa berenang seperti ini, tanpa pengawasan pelatihnya (papanya) setelah lima bulan absen dari kolam renang.

Enjoying adult pool like a boss.

Posted in Places, Thoughts, Travel

A New Adventure Begins

Safely finished five years of residency was surely one of the biggest blessings in this marriage jungle. Far from easy, shitty and stormy, yet, we made it to the end.

Some decent jobs in good places had been offered and one had been gladly accepted. Another blessing that no time needed to apply here and there, waiting for interviews, etc. Even the salary has been paid right after the interview. To call it a mere blessing is such an underrated word. We are extremely grateful for this.

The end of an adventure is always a door to the new one. Right after residency, the health ministry released a new policy : Compulsory service for five major specialist doctor to go to some remote area all over the country for a year.

WKDS is destined to be our new adventure. The waiting was pretty torturing and took some dramas. Some offered that too good to be true once made but then, if it’s too good to be true then it doesn’t exist. Prayer had been made to ask the best place appointed.

The announcement was out before we departed to Tokyo. A small regency in South Borneo become our destination. A small city with 30 minutes flight from Banjarmasin, the native land of my father. Maybe it’s so right to say we will always be back to our root. Among thousands of cities in Indonesia, my half hometown is destined for us.

Unlike previous traveling that planned thoroughly and had enough time to make preparations, this one is really stressful and high tension. Ticket had been booked just 2-3 days before departure, price was far from cheap, and it took two flights to arrive at the city. We’re pretty lucky because there is a flight with small plane so we don’t have to ride hours of trip by car.

Commuter and long distance marriage mode is on. It is not the first time we’ve dealt with this, yet, it doesn’t make it feel easier. I survived those endless shift schedules for five years, yet knowing it would take months until another meeting is truly scary for me. Hoping my patience will cooperate well this time.

I love traveling to new places. But this one is quite different. Who knows what one full year could bring? It scares me a lot.

But then, like every previous steps taken and destined for us, the helping hands were always there. Surely know that we’re never being left alone. What had been appointed is always the best plan more than we could expect.

So, the utmost trust placed to the One whose hold all affair and decision. May this new adventure brings lots of new learnings, bigger blessings, and we’ll be back safely after a year.

Amin.

To Tanah Bumbu we go!

Bismillah.

Posted in Places, Travel

Tempat Solat di Tokyo

1. Takashimaya Shinjuku lantai 11.

2. Neo Dougenzaka Shibuya lantai 11 (shibuyamosque.com)

3. Tokyo Mosque Turkish Culture

4. Gotemba Premium Outlet

5. Narita Airport Terminal 2, 1st Floor

Work hard.

Save much.

Travel far.

Pray sincerely.

Posted in Places, Travel

Eating in Tokyo

Dominique Ansel Bakery
Ayam Ya Halal Certified Ramen
Tokyo Milk Cheese Ice Cream
Gyukatsu Motomura Harajuku
Less known Halal Ramen : Mazilu_Tokyo
The only menu in Mazilu Tokyo
Sushi and Blueberry ice cream Tsukiji Fish Market
Snacking at Yoyogi Park

Outbound meal from Japan Airlines

Most favorite snack from JAL

Yoshinoya

Enjoying Chicken Ramen Ayam Ya

Posted in Langit Senja, Places, Travel

Langit Senja in Tokyo

When Autumn in Paris was the hardest since it was the first time, Spring in London were bearable and manageable in spite those hours of transits, we could say Winter in Tokyo was very much easier.

Knowing Langit had survived Paris and London, we were pretty confident with Tokyo and she turned out really nailed it. She enjoyed the food a lot, survived all day being outdoor with very little crankiness. We decided not to go to Disneyland because it was too expensive for her age. In spite of Disneyland, we decided to let her having a dose of playground everyday which we found a lot in Tokyo, unlike in London. We let her play for an hour, mingled with those Japanese toddlers. We even visited a large indoor playground near our apartment, not free of course and it was only for an hour.

Unlike Paris and London where buses were available for our itinerary, Tokyo has very limited choice. Not even once we took bus to go anywhere. So subway was the only choice and way to reach the train were very long with lots of stairs. We made her walk down the stairs on her own. It was slowing us down for sure, but that was fine. She enjoyed doing it alone. When the passage was too far, we let her to hop on her stroller again.

At this age, she had been to place I could never think of when I was her age. The hope that her steps could go further than her parents could take her to is surely high. Amin.

Tokyo dome
Ueno Park
Meji Jingu Shrine
Yoyogi Park
Tokyo Tower
Shinjuku Station
Korakuen Station Playground
Posted in Places, Travel

About Tokyo

Writing this from our tiny apartment in Bunkyo-ku. Seven days of Winter in Tokyo have reached the last night.

This city might be not as exciting as Paris for me, but two that move me are its food and people. They are both are genuinely nice.

Expensive? For me and my family, yes. This one even feels more expensive than Paris and London. The fact, it is more expensive for the transport and food.

Since we highly consider of eating, so the food here means proper one we had at restaurant. When it comes to food, we spent more lavishly than things.

Unfortunately, this city also offers those little things they sell in their cute little shops nearly everywhere we have been to and softly slowly emptying our walley because they’re too irresistible. When we think ‘ah, it’s only xxxx yen, just buy it’ then, those yen piled up and we happened to have to withdraw another amount of cash again. The thin line between cheap and expensive is totally unclear.

We loved exploring alleys. Seven days here, we found lots of hidden gems inside those alleys. Like a small shop around Ueno that sells made in Japan children clothes in a very affordable prices, a little shop around Korakuen that sells cute merchandises, too many to mention one by one!

The people. I couldn’t say much about them, but after talking with these people for a week,

can I say Japanese or Tokyo-san people number on qualities are kind and mindful? They always have other people in their mind. When they’re asked for help, they will help as much as they can. More than we could think of. They’re really kind by nature. More than Paris and London, I feel very safe in Tokyo.

Throw some pictures first before another closing post is coming.