Posted in Places, Travel

Hyde Park Winter Wonderland

Sabtu lalu, sesi playground gratisan ditiadakan. Kenapa?

Karena :

1. Weekend perdana dibukanya Winter Wonderland di Hyde Park.

2. Udah gajian (🤭).

Alesan pertama ngga ada artinya kalo ngga ada yang kedua karena Winter Wonderland ini cukup mahal (buat saya), seperti halnya museum-museum berbayar di kota ini.

Hyde Park Winter Wonderland buka setiap hari jam 10.00-20.00 dari tanggal 21 November 2019 – 5 Januari 2020. Tutup di hari Natal. Masuk ke Winter Wonderland ini gratis. Jadi kalo cuma mau liat christmas market dan keliling tanpa beli dan naik atraksi apa-apa, bisa ngga keluar uang. Ada beberapa atraksi berbayar seperti ice skating, sirkus, Paddington on Ice, dan lain-lain. Wahana permainannya pun cukup banyak dan semua berbayar. Sistemnya adalah kita beli token di loket khusus baru bisa digunakan di wahana tujuan.

Tujuan utama dateng kesini adalah mau coba ice skating. Saya ngga pengen-pengen banget sebenernya. Selain ngga bisa, dingin, trus ya lumayan harganya.

Satu sesi ice skating adalah 50 menit. Sebaiknya booking tiket dulu via website. Satu tiket dewasa harganya £14.50 dan anak £9.50, kalo booking slot di jam standar. Jam standar artinya yang ngga terlalu ramai. Kalo weekend ada di slot jam 10-12. Hari biasa juga dihitung waktu standar. Slot peak bedanya hanya 1 pound dengan yang standar.

Tadinya kita pengen dateng malem karena pasti lebih bagus dengan lampu-lampu dan hiasannya. Tapi dengan pertimbangan baru pertama kali, akhirnya kita pilih slot pertama jam 10. Udah dateng dari jam 9.30 dan antriannya udah lumayan. Jam 9.45 gerbang di buka dan sebelum masuk semua tas diperiksa.

Buat ke Ice rink bisa masuk dari gate 5. Saya lupa biru atau ungu ya warnanya. Masuk ke ice rink dan langsung ada backdrop foto berikut fotografer dan mesin fotonya. Pasti difoto, diambil atau ngga terserah kita. Kemudian lanjut ke ruang penyimpanan sepatu dan tas. Tidak diperbolehkan bawa tas apapun. Handphone boleh di kantong. Jadi semua disimpan di loker. Enaknya di eropa, ukuran kaki saya yang ngga lazim pasti ada. Setelah simpen tas yang kalo ngga salah bayar juga mungkin 1-2 pound (karena liat ada kasirnya), sepatu kita dituker dengan sepatu ice skating. Pinjem sepatu sudah termasuk di tiket.

Buat anak seumur Langit dan lebih kecil, mereka tetap menggunakan sepatu biasa lalu dilapisi dengan sepatu besi khusus buat skating. Jadi, kalo main ice skating sebaiknya pakai boot yang plastik. Kalo kata Langit “muddy boot” kaya Peppa Pig.

Setelah ganti sepatu bisa langsung menuju area ice skatingnya. Untuk anak-anak disediakan pinguin doll buat membantu mereka jalan di es. Jadi bisa sendiri. Banyak juga anak-anak yang lebih kecil dari Langit main. Sekecil yang sepertinya bener-bener baru belajar jalan.

Satu yang saya kagum dengan orang-orang eropa ini, anak-anaknya kecilnya agile banget. Awal-awal sampe suka bengong liat anak yg ukuran badannya setengah Langit tapi kemampuan naik skuternya tiga kali dia. Luwes banget dan kaya bener-bener tau mengendalikan skuternya. Saya kadang-kadang ngeri sendiri tapi orangtuanya pun keliatan biasa aja. Di playground pun gitu. Anak-anak umur 1,5 taun manjat sana sini pun terlihat fit banget. Ngga heran sih mereka soal fisik dan mental jauh dari kita. Dari kecil udah disediakan fasilitas dan terbiasa sama aktivitas fisik seperti ini dalam cuaca apapun.

Balik lagi ke sesi ice skating. Seperti yang sudah diperkirakan, Langit keliatan hepi, Pak Dokter juga jelas karena ya dia yang paling pengen, saya ngga bilang ngga enak, tapi menikmati banget juga ngga. Saya menghabiskan waktu dengan mengelilingi ice rink pegangan di pinggiran sambil berusaha jangan sampai jatuh. Sesekali ikutan pegangan di penguin Langit karena ternyata enak banget. Langit juga pas tingginya buat penguin itu, meskipun beberapa kali tetep jatuh.

Satu yang ngga boleh adalah foto di es. Ngga boleh sama sekali keluarin hape dan foto waktu di es. Kalo mau foto kita keluar dulu dari ring, trus yang foto berdiri di luar. Saya dan Pak Dokter sempet kena tegur sebagai orang norak yang baru pertama kali main skating outdoor denga dekorasi bagus😣.

Di arena ice rinknya ada selfie spot dimana kita bisa foto kaya foto box. Kita foto juga disitu. Di slot yang kita pilih cukup enak karena ngga terlalu rame, jadi yang amatir kaya saya gini ngga terlalu khawatir. Saya benar-benar menghabiskan waktu dengan pegangan di pinggiran box. Pernah beberapa kali pegangan tangan sama Pak Dokter yang sedikit lebih jago, yang ada malah hampir jatoh. Di film sih keliatan romantis ya. Padahal mah kalo jatoh yang ada keliatan konyol.

Setelah selesai ice skating, kita ke ruangan ganti lagi dan kembalikan sepatu juga ambil tas. Di ruang ganti selesai ini juga ada kasir buat ambil foto. Kami ambil tiga foto dan bayar £25. Keluar dari ice rink, kita keliling buat liat atraksi lainnya. Langit sempat naik beberapa wahana kaya komidi putar anak-anak, bom-bom car sama satu lagi kaya apa ya. Muter-muter juga cuma agak ekstrim. Cuma tiga aja karena satu wahana lumayan juga harganya. Sesi Winter Wonderland ini ditutup dengan beli lolipop warna-warni.

Kalo ditanya, sebanding ngga sama harganya? Kalo buat yang pertama kali, belum pernah ke winter wonderland dan budgetnya ada, boleh lah. Apalagi kalo cuacanya cerah. Waktu itu kita malah sempet hujan-hujan main ice skating. Anak-anak sih pasti suka ya. Orangtuanya tinggal bayarnya aja sama harus berhadapan sama sakit badan dan kaki setelahnya. Pegelnya ampun.

Jadii, kalo pas ke London akhir taun sama anak ataupun ngga, Winter Wonderland bisa dimasukan sebagai salah satu itinerari.

Satu highlight di hari itu : banyak sekali yang bilang kostumnya Langit lucu banget. Dimana orang-orang pake jaket bulu angsa penahan dingin lengkap, dia pake daster winter beli di Myeongdong karena mamanya pengen dia pake itu yang mana agak susah occassionnya. Maaf ya be.

Sekilas foto ini seakan saya lagi jagain Langit. Kenyataannya adalah saya lagi ikutan pegangan di penguinnya Langit supaya ngga jatuh🤭

Posted in Places, Travel

Where to Play in London : Holland Park

This Saturday we went to the west for another adventure playground. Holland Adventure Playground is like a mini Battersea Park and Playground.

The weather was cold but the park was still quite crowded. Inside the Holland Park, there is the well-known mini Kyoto Garden.

It was just like our another Saturday playground session until something catched my eyes. I couldn’t think for few seconds when my eyes starred at one of the kids. She starred back. Then from behind, another kid came running and climbing the slide. I was indeed astonished.

They were really here?

In this small playground in the forest?

Playing just like any other kids?.

Suddenly the girl shouted, “Mama, look!”

I turned my head and couldn’t believe my eyes even more.

A mid 30s woman, with coat, jeans, a hat and a pair of long boots came to the girl. At first, she seemed just like any other mother in the playground until I saw her closely.

She was there. The media-around-the-world darling. The future queen.

She looked as ordinary as any other women in the playground.

It was unbelievable to see the most famous people in this country so up close and personal like this. In a small playground, playing like any other kids, queuing with my own daughter waiting for their turn, climbing, running here and there.

Didn’t I take picture? I did. But, the guard noticed and told me not to take it. Since then, the guard kept his eye on me everywhere😁

But, other people were as casual as they were no one. No one came close and asked for picture, it was totally like no one worth-asked-the-picture-taken there.

The kids wore such simple clothes like any other kids. Unless you know their face from the paper or screen and being pretty close to them, you won’t recognize them right away.

It was nice to see the real royals who acted just like the real ordinary people, meanwhile out there, there’s a lot of ordinary people who try so hard to act like a royal.

I never imagine deciding which playground to visit is important until today😁.

Today’s playground visit was indeed one of the most exciting that we had!

Didn’t I really take the picture at all?

I did of course secretly. They were safely kept for my future memories and for few more years later to be shown to Langit that she once was playing on the same playground with the royals of England!

Posted in Books, Places, Thoughts

Tempat Paling Favorit di London

Dua bulan di sini, temen ngga (belom?) punya, kenalan hampir ngga ada, rutinitas itu-itu aja, tapi tetep happy, karena tempat ini.

Seminggu bisa dua-tiga kali ke sini. Jalan kaki 5 menit dari sekolah Langit, 15 menit naik bis dari rumah. Ngga ada temen yang lebih menyenangkan dari buku-buku bagus. Dalam dua bulan, saya udah menghabiskan lebih dari jumlah total dari yang saya baca selama setahun terakhir.

Canada Water ini salah satu perpustakaan lokal di bawah Southwark Council. Setiap daerah punya perpustakaannya masing-masing. Koleksi bukunya lumayan lengkap. Setidaknya saya selalu punya bacaan yang mau saya baca. Selain itu, ngga ada batesan jumlah buku yang mau kita pinjem. Belum selesai baca? Tinggal perpanjang otomatis di mesin. Kecuali ada yang sudah booking di tanggal pengembalian kita. Itu harus dikembalikan dulu. Ada satu buku yang saya udah perpanjang lima kali karena saking sayangnya bacanya diirit-irit

Menyenangkannya lagi, di sini perpusnya bukan yang kaku ngga boleh berisik, bawa makanan dan minum. Di sini boleh bawa makan dan minum, bau harum kopi dan roti di cafe bawah bisa dinikmatin sambil baca buku. Kenapa baunya aja? Ya karena saya bawa bekal sendiri, hehe.

Di lantai satu ada area anak-anak yang mana hampir ngga pernah kosong, biarpun hari kerja. Hari Minggu bahkan lebih rame lagi. Kursi-kursi yang tersedia banyak dan mengakomodasi banyak kebutuhan. Ada yang dateng mau kerja pake komputer, ada yang perlu buat diskusi, ada yang perlu konsentrasi sendiri, ada meeting room kecil buat 10-15 orang, atau ada yang cuma mau duduk baca diselingin bengong sambil liat pemandangan danau di luar sambil berjemur (saya masuk bagian ini), semua ada dan nyaman.

Kegiatan untuk anak-anak pra-sekolahnya pun banyak. Mungkin kalo pindah ke sini waktu Langit belum sekolah, saya akan nongkrong di sini lebih sering lagi. Ada di satu hari, children arenya diubah kaya playground dengan banyak buku. Hari itu stroller-stroller lebih padet dari Tesco pas weekend. Bayi dan anak-anak kecil lari kesana kemari dan saya perhatiin orang dewasanya juga biasa aja. Bahkan ketika anak-anak itu ngelewatin quiet area.

Perpustakaan seperti ini berharga banget buat saya yang suka baca tapi banyak mikir buat beli, bisa karena harga atau penyimpanannya. Saya punya kindle, tapi baca buku fisik itu beda. Adanya perpustakaan seperti ini, semua kesenangan dapet. Baca buku fisik dapet, ngga musti keluarin uang, pilihannya super banyak, selesai baca ngga menuh-menuhin ruang di rumah, tinggal balikin, bisa ganti cari buku lain lagi.

Perpustakaan ini, dan saya rasa perpustkaan lokal daerah lainnya, bukan sekedar tempat baca dan pinjem buku, tapi sekaligus jadi pusat komunitas. Kegiatan lainnya seperti pemutaran film, teater skala kecil, story telling buat anak-anak, pesta piyama, kursus singkat bahasa Inggris, dan masih banyak lagi. Tempat yang pas sekali buat menghabiskan waktu tanpa menghabiskan uang. Semua gratis.

Perpustakaan yang mumpuni dan taman hijau dengan playground yang memadai, dua hal yang seharusnya wajib ada dan tersedia di sebuah area tinggal.

Dua fasilitas umum yang jadi indikator negara maju (buat saya), yang mana (mungkin), ngga akan pernah ada di Jakarta, (dan seluruh Indonesia).

Posted in Places, Travel

One Day Trip to Salisbury and Bath

Stonehenge had been on the bucket list for quite long time. I know it’s just stones, but reading a lot of stories about them made me really want to see them and most of the picture with them are so breathtaking. I was trying to fit this one during our 2017 trip. But, as that year trip wasn’t mine but more for others, so this one wasn’t included.

Stonehenge could be reached by train from London to Salisbury. From Salisbury, you’ll need to take Stonehenge Bus Tour to the Stonehenge Visitor Centre. Stonehenge Bus Tour runs every an hour and it costs 16 pounds per adult (insanely pricey, yeah). After arrived at the Stonehenge Visitor Centre, there’s shuttle bus to take us to the yard.

I was quite taken aback at the first sight, because, is it this all? Really? But, you must see them from different kind of angle. They look mightier when we see them from the other side of the circle. Maybe lots of tourists also made the view less appealing. There were neolitikum houses too which considered as the house of the builders.

The Famous Ancient Stone made by alien. Taken from the side less of tourists.
The Builders’ Houses

Done with Stonehenge, we went to Bath by train. It took an hour from Salisbury to Bath. We stayed overnight at Bath and explored the city the next day. I had one specific purpose to visit in Bath, which was Jane Austen Centre. As Mr Darcy’s fan, Pride and Prejudice, Sense and Semsibility, Mansfield Park, and Emma reader, Jane Austen Centre is a must. The ticket is £10 if you buy online, £12 if you pay at the centre. Is it worth the visit? If you are Jane Austen team, it is. The eloquent guide explained little details about the writer passionately.

Jane Austen Centre in Bath
Our Mr Darcy from Pride and Prejudice

Done with the centre, we were strolling around the city. We visited Sally Lunn, the oldest house in Bath from 1400 which sold the famous bun in Bath. The bun was really good.

We didn’t manage to visit some places as planned since the mood was quite ruined because of first paycheck drama. As usual, strangely, there’s no single thing run just smoothly about us. For the same simple thing, when others just have it gently and smoothly, we need to dig, sweat, chase, and spend some unnecessary energy until we make it.

In spite of the bad mood, I enjoyed the city and hoped to see it more.

Sally Lunn : The oldest house in Bath who makes famous bun

Posted in Langit Senja, Places, Travel

Where to Play in London : Parliament Hill

This weekend we were going far to north by London overground to Hampstead Heath. The weather was getting colder and unbearable for my old body, but a bright sunny day was too irresistible for just staying at home.

So, off we go to Parliament Hill. Still in zone 2 oyster card. It was a huge garden with the feels like a small village. Proper playground is available, weekend market, and short hiking to the top worth the view.

Free playground, big and beautiful garden everywhere, weekend market, fresh air, blue sky, few things that make all the effort done to take the opportunity offered here (energy, time, money) seems worth every penny.

Things that we surely miss when we return back to Jakarta.

Posted in Places, Travel

A Must Visit in London : Greenwich

Yesterday was the doctor’s day off and suddenly the idea of going to Greenwich came up. After sending Langit to the school, Greenwich market turned out to be only few bus stops away from where we are. What I mean with few means less than 15 bus stops riding.

It was still too early and the market opens at 10am. So we decided to walk around and it was so easy to fall for this borough. It feels like being in a small village although Greenwich is still in zone 2/3. There are National Maritime Museum, Greenwich Park, University of Greenwich and those charming little shops that sell unique things.

Greenwich point zero located inside Greenwich Park. We did some hiking but decided not to buy the ticket. Non-free museum in London is quite pricey for our wallet. Greenwich Market has more charm for the things but not with the food. For this one, Shoreditch still has the best street food market.

I won’t write long and let the pictures do the talk. Although it was cloudy, but the heart was indeed happy.

Posted in Places, Travel

What to Visit in London I

1. The famous detective museum in Baker Street.

Ticket price : £15

2. Harry Potter’s filming site

The entrance of Diagon Alley

Millenium Bridge which destroyed by the Death Eaters
Borough Market, secret passage to Diagon Alley and Leaky Cauldron
Gringotts Wizarding Bank

3. Beatles store at Baker Street

Guess the quote below is so true.

Posted in Life happens, Places, Travel

(Ngga) Enaknya Pindah ke London Bagian II

Sehari setelah sampe London, kami langsung ambil BRP di kantor pos yang sudah ditentukan. BRP ini seperti kartu identitas sementara. Jadi, paspor aja ngga cukup buat yang akan tinggal lebih dari 30 hari seperti buat belajar atau kerja. Maksimal 10 hr dari tanggal kedatangan di UK, sudah harus ambil BRP.

Sampe kantor pos di Great Portland street, punya saya dan Pak dokter bisa diambil tanpa masalah tapi tidak dengan punya Langit. Alesannya karena di paspor utama ngga disebutin nama Langit sebagai anak, yang mana dia ngga bisa ambil sendiri dan harus ada wali karena dia masih di bawah 18 tahun. Jadi kami harus kirim email lagi ke Home Office UK supaya bisa ambil BRP Langit.

Hal yang bikin elus dada, beberapa hari setelahnya, kami baru liat dengan jelas, kalo yang nunjukin Langit adalah anak dari paspor utama itu adanya di Paspor Langit, bukan paspor papanya. Bahkan di paspor saya pun ada tertulis kalo saya dependant paspor utama. Sedangkan, waktu di kantor pos itu, yang sibuk dicek adalah paspor Pak Dokter.

See, bener kan, adaaa aja.

Akhirnya email dibales dan BRP Langit bisa diambil di tanggal yang ditentukan.

Lebih lucunya lagi, waktu ambil BRP Langit yang kedua setelah kami terima surat dari Home Office, petugas yang melayani kami bilang kalo kita ngga perlu surat kaya gitu. Nama papanya pasti jelas ada di paspor yang tertanggung. Petugasnya (yang sebelumnya) harusnya udah tau.

Emang kayanya prinsip hidup kami kalo bisa susah, kenapa harus mudah.

Hal kedua yang mendesak adalah rumah. Hari kami sampe, langsung hubungin puluhan rumah yang sudah disimpen di aplikasi Zoopla dan Rightmove buat bikin janji viewing. Ngga seperti kalo liburan tinggal pesen airbnb atau hotel, sewa rumah kita harus viewing. Bisa diwakilkan. Tapi karena kita ngga ada siapa2, jadi dikerjain sendiri.

Dibayangan saya karena segitu banyaknya rumah yang kami tandain dan hubungin, paling ngga akan lihat beberapa pilihan rumah. Ternyata saya salah. Dari sekian banyak, yang nghubungin balik itu, bukan cuma sedikit. Tapi hampir ngga ada, kalo dibandingin sama banyaknya rekues yang dikirim.

Saya hanya pesan airbnb buat 7 hari karena pikir akan pindah rumah sesegera mungkin. Tujuh hari aja udah mahal bener kan.

Kami akhirnya dapet janji viewing di satu rumah yang pada kenyataannya sangat ngga nyaman. Dari semua hal. Agak lesu sebenernya. Dari segi jarak ke rs dan transport cukup oke. Tapi rumahnya ngga oke.

Rekues viewing terus dikirim dan besoknya ada 2 janji dibuat yang mana jaraknya dari ujung ke ujung. Airbnb kami di utata, viewing jam 4 di selatan, yang mana perlu 4x ganti transport umum. Viewing jam 5 di north lagi tapi yang lebih jauh.

Viewing rumah yang di South cukup oke. Kondisi rumahnya bagus, lengkap, lingkungan bagus, kurangnya di lantai 3 tanpa lift. Ngebayangin akan gotong koper ke lantai 3 udah lesu duluan.

Saya selalu nerapin dua filter utama selain harga tentunya, kalo cari airbnb : entire place dan elevator. Makanya airbnb yang saya pilih kebanyakan ngga di pusat kota. Karena udahlah mau murah, trus mau yang ada lift. Itu jarang banget. Jadi, waktu pesen airbnb yang kami sewa sekarang ini, cuma ada 1 pilihan rumah dengan filter yang saya cari. Harga masih 60 dolaran semalem dan punya lift, akses bis dan tube ada dengan jarak yang memadai, ngga masalah ke pusat kota agak lama.

Selesai viewing, langsung buru-buru buat ke tempat viewing kedua. Tiba-tiba plot twist menyerang lagi. Di kereta saya baca lagi dengan seksama deskripsi rumahnya, dan ternyata itu ditawarkan unfurnished.

Langsung melorot jantungnya.

Janji ngga mungkin dibatalin. Jadi kita tetep datengin biarpun ya kaya liat harepan kosong aja.

Jadi, sebenernya yang tersisa adalah cuma 1 pilihan yang mana seperti ngga ada pilihan. Terpaksa pilih yang itu.

Agen satu rumah itu juga langsung hubungin kami dan minta data buat diajuin ke yang punya rumah. Jadi, di sini bukan kaya waktu kami sewa apartemen di Jakarta yang liat, suka, bisa langsung bayar sewa via agen. Di sini pemiliknya juga harus setuju dulu dengan profil kita. Jadi biarpun kita udah suka, pemiliknya ngga setuju ya ngga jadi.

Alhamdulillah ngga nunggu lama pemiliknya juga setuju. Saya pikir udah kan, alhamdulillah bisa pindah sebelum sewa airbnb selesai.

Hoho, seperti biasa, tidak semudah itu.

Jalan masih panjang. Jadi, setelah kedua belah pihak setuju, akan ada proses seperti validasi kontrak yang mana kita perlu memberikan data lengkap, pekerjaan, surat kontrak kerja, dan dokumen-dokumen pendukung lain. Sementara ini diproses, kami sudah harus bayar guarantee fee sebesar harga sewa 1 minggu. Dengan dibayarnya fee ini, iklannya ditarik dari peredaran.

Satu hal yang harus diterima dengan lapang dada adalah kami terpaksa harus extend airbnb karena jadwal kepindahan itu paling cepet dua hari setelah sewa airbnb kami selesai. Jadi, saya kirim pesan ke host dan minta perpanjangan dua hari. Perpanjangan sewa artinya makin banyak (uang) yang harus dikeluarkan.

Mungkin kata ini saya udah tulis berulang-ulang, tapi sekali lagi, Alhamdulillah sekali ditunjukin tempat ini buat sewa airbnb. Setelah kami, dia ngga punya penyewa baru sampe beberapa bulan ke depan. Ngga kebayang kalo di hari kita cek out, udah ada yang baru. Musti cari tempat baru dengan semua bawaan koper ini.

Kami hanya extend 2 hari di Airbnb karena dari agent bilang secepet-cepetnya kami bisa pindah hari Kamis. Di hari Selasa, masih kesana kemari untuk registrasi dan buka akun bank.

Sulitnya, untuk registrasi penuh di tempat kerja dan finalisasi kontrak rumah, perlu akun bank, sedangkan untuk akun bank pun perlu dua lainnya. Buka akun bank ngga bisa langsung buka kaya di Indonesia. Harus dengan perjanjian. Jadi kita dateng ke cabang yang di Euston tapi perjanjiannya yang di High Holborn. Tercepat yang ada slotnya.

Setelah urusan bank selesai, balik lagi ke kantor rekrutmen. Buat registrasi penuh, hanya tinggal serahin surat pembukaan bank. Pak Dokter naik sendiri ke atas sementara saya nunggu di bawah. Ngga berapa lama turun lagi dan bilang kalo suratnya ditolak.

Istighfar ngga berenti saking frustasinya.

Petugas rekrutmennya bilang mereka perlu surat yang ada account statement atau balance. Agak absurd juga mengingat orang juga baru bener-bener buka. What balance? Tapi mereka tetep ga mau terima. Waktu itu udah jam 3, langsung lari lagi ke cabang terdekat, minta tolong print apa yang diminta.

Orang banknya agak bingung karena biasanya surat yang kita punya pun udah cukup banget. Sampe kita telpon langsung petugas rekrutmennya supaya bicara jelas sama petugas bank apa yang mereka perlu.

Alhamdulillah 15 menit selesai semua dan langsung naik bis balik ke kantor rekrutmen buat kejar sebelum mereka tutup jam 4.

Waktu di bis, ada dua email masuk. Satu dari Dr Wilson yang wawancara dari awal nanya apa ada kesulitan dalam prosesnya karena mungkin dapet laporan dari koordinator jadwalnya kalo Pak Dokter belum bisa mulai shift juga.

Email kedua dari agen rumah yang lagi-lagi bikin jantungan. Dia bilang bahwa surat kontrak kerja yang kita submit kurang dari setahun, ngga sesuai sama ketentuan sewa rumah. Jadi memang seharusnya mulai kerja awal Agustus, tapi karena masalah surat sponsor dan pengurusan visa, jadi mundur. Baru bisa mulai September. Agen rumahnya minta bisa ngga ada surat baru yang cantumin periode setahun di dalam waktu sewa rumah.

Bener kan motto hidup yang di atas. Adaa aja.

Tapi, motto hidup yang di atas itu ada frase lanjutan. Memang kalo bisa susah, kenapa mudah. Tapi, selalu juga dikasih jalan keluarnya. Pas banget agen rumah email ketika Dr Wilson email. Padahal sebelumnya sama sekali ngga pernah lagi.

Waktu itu langsung bales email Dr Wilson nanya mungkin ngga dia buatin surat yang diminta sebelum jadwal hari kita pindah. Tanpa lama, suratnya langsung dibikinin dan dikirim hari itu juga.

Fiuh.

Hari Rabu dihabiskan dengan beberapa keperluan sambil nunggu kabar dari agen rumah. Setelah surat yang diminta kita submit, masih harus nunggu kabar dari lembaga sew rumah buat finalisasi surat kontrak. Sampe jam 3 sore belom ada kabar. Betul-betul ngga sehat buat jantung. Serba salah mau apa. Beres-beres belum jelas. Mau extend airbnb juga bikin lemes.

Karena tetep ngga ada telpon atau email masuk, kita telpon agen rumahnya jam 16.30. Ternyata kontraknya baru selesai dan dia baru akan email. Alhamdulillah akhirnya jelas juga kalo bisa pindah besok.

Kami pindah menggunakan jasa removal karena biarpun ngga ada furniture, tapi koper-koper raksasa dan berat ini ngga mungkin dibawa pake uber. Setelah nyari beberapa dan dapet harga yang agak kurang masuk akal, Alhamdulillah dapet satu removal servis pribadi yang harganya masih masuk akal dan masuk dompet.

Satu hal lagi yang buat bersyukur milih Airbnb ini, kita bisa cek out sesuai yang kita bisa karena ngga ada tamu lain sesudahnya. Jadi kita leluasa beres-beres dan sempet pergi dulu paginya lalu cek out jam 2.30.

Semua saya pastikan rapi dan pamit ke yang punya dan orang yang bantu cek-in. Alhamdulillah ga ada masalah selama kita tinggal. Di akhir WA, Mina bales WA saya bilang : “thank you for leaving everything tidy”.

Jam 2.15 proses nurunin koper dimulai dan jam 2.30 van berangkat sedangkan kami naik uber. Sampe rumah PR lain sudah menunggu karena rumah yang sekarang ada di lantai 3 tanpa lift.

Dengan dibantu orang dari removal servis, Pak Dokter berhasil naikin semua koper dengan selamat. Saya waktu itu berurusan sama orang dari Key Inventory. Tapi, tugas saya juga ngga kalah berat meskipun ngga pake keringetan : bongkar semua koper dan taro semua isinya di tempat masing-masing. Udah cukup (lelah) liat koper bertebaran.

Setelah 10 hari dalam mode turis tanpa itinerary ke atraksi wisata, Akhirnya kami pulang juga ke ‘rumah’.

Alhamdulillah.