Kali ini Alhamdulillah dikasih pengalaman untuk mengurus Schengen sekali lagi, kali ini dari VFS Jerman.
Alhamdulillah kali ini ngga ada drama yang levelnya seperti waktu itu Visa di VFS Belanda. Catet, yang levelnya ya. Drama mah PASTI ADA. Saya sudah lebih dari menerima kalau selalu ada harga yang dibayar untuk semua yang mau didapatkan.
Kalo waktu di Belanda lebih ke sebelum pengurusan, kalo yg Jerman ini terjadi di tempat. Meskipun semua dokumen sudah dicek di rumah berulang kali, tetep ada aja.
Sebenarnya, ngga ada dokumen yang terlalu sulit untuk visa Schengen. Formnya juga udah lebih ringkas. Banyak jelas, tapi ngga susah. Ini berdasarkan tiga kali mengurus visa Schengen dan visa-visa lain.
Setelah petugasnya cek semua dokumen, beliau bilang dengan tenang,
“Bu, ini yang bisa disubmit hanya punya ibu dan bapak, punya anaknya ngga bisa”.
Tulang belakang langsung kaya mau copot dengernya. Apa lagi nih😭😭😭.
“Kenapa, Mas?”
“Ini di paspor anaknya yang halaman terakhir harus ada cap “UNABLE TO SIGN”. Ini ngga ada,”.
“Gimana caranya biar ada?”
“Ibu harus ke imigrasi minta cap”.
Abis tulang belakang copot, nyusul tulang lainnya setelah denger itu. Waktu itu sudah jam 2 lewat, imigrasi tutup sebentar lagi. Kalo ngga submit hari ini ngga ada slot hari lain yang tersedia dan kita harus ulang dari awal. Pembayaran hangus. Dan ini waktunya cukup mepet dengan tanggal keberangkatan. Skenario terburuk adalah cuma satu yang jalan , yang paling berkepentingan.
Setelah semua skenario terburuk muncul di kepala, hati yang patah.
Tapi, kejadian kaya gini bukan hal yang pertama kali dihadapin. Mungkin karena keras kepala atau terlalu ngotot untuk langsung nerima, sementara yang di samping terus bilang “ga mungkin”, saya tanya lagi ke petugasnya,
“Cap ini bisa langsung, ga perlu perjanjian?”
“Bisa bu, tinggal minta aja,”
“Saya ke imigrasi sekarang, tapi minta dibantu hari ini”.
“Kita tunggu sampai jam 3 ya bu, kalo lewat dr itu kena charge premium time”.
“Ngga papa”.
Saya lari keluar gedung, cegat taksi, dan gambling ke kantor PTSP di dekat sana yang mana saya tau ada kantor perwakilan imigrasi. Sampai di sana sudah tutup karena ternyata cuma sampai jam 2.
Keluar gedung lagi, cegat ojek ke imigrasi Jakarta Selatan. Bilang ke bapaknya supaya agak ngebut. Waktu itu udah 2.20. Sampe Imigrasi langsung tanya dimana, ke lantai 1 dan minta cap. Itu ngga langsung dilayani cuma suruh taro aja paspor di meja.
Setelah berapa lama, petugasnya kembali dengan paspor tercap UNABLE TO SIGN. Langsung cegat ojek lagi balik ke VFS. Tiba-tiba hujan sedang. Basah tipis-tipis. Sampai depan pintu masuk jam 14.57.
Selama perjalanan, sibuk zikir dan mikir, ya Allah, makasih udah dikasih pelajaran baru lagi, biarpun susah ya.
Ternyata selain itu ada lagi. Kali ini ASURANSI.
Kami sudah beli asuransi yang paling atas untuk perjalanan ini. Tapi, ternyata ngga cukup. Waktu apply di Belanda ngga ada masalah, di Jerman ngga bisa. Jadi, untuk apply visa via VFS Jerman perlu juga asuransi yang cover COVID.
Kali ini bagian Pak Dokter yang urus via telp. Deg-degan bolak balik cek email nunggu polisnya keluar selama menunggu panggilan ke counter. Ngga berapa lama, polis keluar, nomer dipanggil lagi.
Setelahnya, masih ada lari-lari kecil sembari nunggu di konter. Fotokopi surat pernyataan, fotokopi polis, fotokopi paspor halaman belakang, total mungkin ada 7x kami gantian bolak-balik ke fotokopi.
Satu hal yang mengurangi waktu pengurusan visa kali ini adalah kami ngga perlu ambil biometric karena tahun lalu baru aja urus via VFS Belanda dan diambil biometric. Jadi setelah urusan dokumen clear, bayar, bisa langsung pulang.
Prediksinya ngurus visa cuma 1 jam. Ternyata salah, perlu 4 jam sampe kita bener2 keluar dari VFS. Kalo masih dengan biometric, tambah lagi.
Nasib penduduk negara dunia ketiga.
Visanya sendiri cukup cepat. Kami submit hari Rabu, hari Senin sore minggu berikutnya sudah ada notifikasi visa sudah bisa diambil.
Kalo waktu penyerahan berkas perlu empat jam, yang saya ngga sangka juga, proses pengambilan ngga kalah lama. Saya pikir untuk pengambilan cuma perlu waktu sekitar 30 menit. Tapi salah besar. Saya menunggu selama dua jam sampai akhirnya nomer saya dipanggil ke counter.
Alhamdulillah, visa Schengen ketiga setelah Prancis dan Belanda, giliran Jerman yang ada di paspor.
Visa dikabulkan, Alhamdulillah. Tapi, saya tetap ada ganjelan karena untuk usaha dan upaya yang menghabiskan waktu, tenaga, dan biaya sebesar itu, periode visanya terlalu singkat. Tidak sampai 1 bulan.
Sekali lagi, nasib jadi warga negara dunia ketiga.
(Bukan komplain, cuma menyuarakan fakta).
To be fair, maybe we have to go through all these kind of headache procedures, because we are not known for our good reputation as tourists. Remember our fellow citizens who ruined the cherry blossom tree in Japan? And many other circumstances that show our true character as a country? No one wants to give the permission to stay in their home if the visitors are not trusted.
Jadi, kesimoulan dari urus visa Schengen di VFS JERMAN :
1. Paspor anak harus ada cap UNABLE TO SIGN dari imigrasi
2. Asuransi perjalanan yang dibeli harus cover COVID.
3. Siapkan mental dan waktu dua kali lipat dari prediksi.
(When it comes to dealing with traveling twists, one of my golden line is, “if it’s not love, I don’t what it is”.)





















































