Posted in Review, Visa

(Lari-lari) Mengurus Visa Schengen di VFS Jerman

Kali ini Alhamdulillah dikasih pengalaman untuk mengurus Schengen sekali lagi, kali ini dari VFS Jerman.

Alhamdulillah kali ini ngga ada drama yang levelnya seperti waktu itu Visa di VFS Belanda. Catet, yang levelnya ya. Drama mah PASTI ADA. Saya sudah lebih dari menerima kalau selalu ada harga yang dibayar untuk semua yang mau didapatkan.

Kalo waktu di Belanda lebih ke sebelum pengurusan, kalo yg Jerman ini terjadi di tempat. Meskipun semua dokumen sudah dicek di rumah berulang kali, tetep ada aja.

Sebenarnya, ngga ada dokumen yang terlalu sulit untuk visa Schengen. Formnya juga udah lebih ringkas. Banyak jelas, tapi ngga susah. Ini berdasarkan tiga kali mengurus visa Schengen dan visa-visa lain.

Setelah petugasnya cek semua dokumen, beliau bilang dengan tenang,

“Bu, ini yang bisa disubmit hanya punya ibu dan bapak, punya anaknya ngga bisa”.

Tulang belakang langsung kaya mau copot dengernya. Apa lagi nih😭😭😭.

“Kenapa, Mas?”

“Ini di paspor anaknya yang halaman terakhir harus ada cap “UNABLE TO SIGN”. Ini ngga ada,”.

“Gimana caranya biar ada?”

“Ibu harus ke imigrasi minta cap”.

Abis tulang belakang copot, nyusul tulang lainnya setelah denger itu. Waktu itu sudah jam 2 lewat, imigrasi tutup sebentar lagi. Kalo ngga submit hari ini ngga ada slot hari lain yang tersedia dan kita harus ulang dari awal. Pembayaran hangus. Dan ini waktunya cukup mepet dengan tanggal keberangkatan. Skenario terburuk adalah cuma satu yang jalan , yang paling berkepentingan.

Setelah semua skenario terburuk muncul di kepala, hati yang patah.

Tapi, kejadian kaya gini bukan hal yang pertama kali dihadapin. Mungkin karena keras kepala atau terlalu ngotot untuk langsung nerima, sementara yang di samping terus bilang “ga mungkin”, saya tanya lagi ke petugasnya,

“Cap ini bisa langsung, ga perlu perjanjian?”

“Bisa bu, tinggal minta aja,”

“Saya ke imigrasi sekarang, tapi minta dibantu hari ini”.

“Kita tunggu sampai jam 3 ya bu, kalo lewat dr itu kena charge premium time”.

“Ngga papa”.

Saya lari keluar gedung, cegat taksi, dan gambling ke kantor PTSP di dekat sana yang mana saya tau ada kantor perwakilan imigrasi. Sampai di sana sudah tutup karena ternyata cuma sampai jam 2.

Keluar gedung lagi, cegat ojek ke imigrasi Jakarta Selatan. Bilang ke bapaknya supaya agak ngebut. Waktu itu udah 2.20. Sampe Imigrasi langsung tanya dimana, ke lantai 1 dan minta cap. Itu ngga langsung dilayani cuma suruh taro aja paspor di meja.

Setelah berapa lama, petugasnya kembali dengan paspor tercap UNABLE TO SIGN. Langsung cegat ojek lagi balik ke VFS. Tiba-tiba hujan sedang. Basah tipis-tipis. Sampai depan pintu masuk jam 14.57.

Selama perjalanan, sibuk zikir dan mikir, ya Allah, makasih udah dikasih pelajaran baru lagi, biarpun susah ya.

Ternyata selain itu ada lagi. Kali ini ASURANSI.

Kami sudah beli asuransi yang paling atas untuk perjalanan ini. Tapi, ternyata ngga cukup. Waktu apply di Belanda ngga ada masalah, di Jerman ngga bisa. Jadi, untuk apply visa via VFS Jerman perlu juga asuransi yang cover COVID.

Kali ini bagian Pak Dokter yang urus via telp. Deg-degan bolak balik cek email nunggu polisnya keluar selama menunggu panggilan ke counter. Ngga berapa lama, polis keluar, nomer dipanggil lagi.

Setelahnya, masih ada lari-lari kecil sembari nunggu di konter. Fotokopi surat pernyataan, fotokopi polis, fotokopi paspor halaman belakang, total mungkin ada 7x kami gantian bolak-balik ke fotokopi.

Satu hal yang mengurangi waktu pengurusan visa kali ini adalah kami ngga perlu ambil biometric karena tahun lalu baru aja urus via VFS Belanda dan diambil biometric. Jadi setelah urusan dokumen clear, bayar, bisa langsung pulang.

Prediksinya ngurus visa cuma 1 jam. Ternyata salah, perlu 4 jam sampe kita bener2 keluar dari VFS. Kalo masih dengan biometric, tambah lagi.

Nasib penduduk negara dunia ketiga.

Visanya sendiri cukup cepat. Kami submit hari Rabu, hari Senin sore minggu berikutnya sudah ada notifikasi visa sudah bisa diambil.

Kalo waktu penyerahan berkas perlu empat jam, yang saya ngga sangka juga, proses pengambilan ngga kalah lama. Saya pikir untuk pengambilan cuma perlu waktu sekitar 30 menit. Tapi salah besar. Saya menunggu selama dua jam sampai akhirnya nomer saya dipanggil ke counter.

Alhamdulillah, visa Schengen ketiga setelah Prancis dan Belanda, giliran Jerman yang ada di paspor.

Visa dikabulkan, Alhamdulillah. Tapi, saya tetap ada ganjelan karena untuk usaha dan upaya yang menghabiskan waktu, tenaga, dan biaya sebesar itu, periode visanya terlalu singkat. Tidak sampai 1 bulan.

Sekali lagi, nasib jadi warga negara dunia ketiga.

(Bukan komplain, cuma menyuarakan fakta).

To be fair, maybe we have to go through all these kind of headache procedures, because we are not known for our good reputation as tourists. Remember our fellow citizens who ruined the cherry blossom tree in Japan? And many other circumstances that show our true character as a country? No one wants to give the permission to stay in their home if the visitors are not trusted.

Jadi, kesimoulan dari urus visa Schengen di VFS JERMAN :

1. Paspor anak harus ada cap UNABLE TO SIGN dari imigrasi

2. Asuransi perjalanan yang dibeli harus cover COVID.

3. Siapkan mental dan waktu dua kali lipat dari prediksi.

(When it comes to dealing with traveling twists, one of my golden line is, “if it’s not love, I don’t what it is”.)

Posted in Review, Travel

Review : Ke Sydney dengan Qantas

Pengalaman pertama kali naik Qantas jauh dari mengecewakan. Standar servis yang mengagumkan sejauh ini masih dipegang JAL berdasarkan pengalaman diikuti Qatar. Qantas sedikit mendekati Qatar.

Waktu berangkat jam 7 malam, flight on time dan smooth landing dan take off. Sehari sebelumnya sudah rekues menu halal baik dewasa maupun anak. Hanya pernah sekali rekues menu anak waktu naik Qatar 2017 dan ngga pernah lagi setelahnya. Terlalu hambar buat bisa dinikmati.

Pesawat pergi cukup penuh dan sempit. Makan malam sekali, snack kecil satu kali dan snack sebelum landing satu kali dan selama 7 jam penerbangan, kru kabinnya cukup aktif menawarkan minuman selama penerbangan.

Proses check in untuk penerbangan pulang di Sydney smooth sekali. Prosesnya dilakukan di mesin seperti self check in mulai dari scan paspor sampai memasukan bagasi dilakukan secara mandiri. Menyenangkan sekali, buat yang masih muda dan gampang ngerti. Buat yang lebih tua agak sakit kepala sehingga petugasnya tetap harus standby.

Waktu pulang, jadwal awal jam 13.55 waktu Sydney tapi delay sekitar sejam setengah.

Di pesawat pulang jauhh lebih menyenangkan. Pesawat lebih kosong, kami dapat duduk middle seat yg konfigurasi 3 meskipun agak belakang (di depan semua baris tengah konfigurasi 4). Pak dokter pindah ke window seat di sebelah selama penerbangan.

Mungkin karena penerbangannya siang, makanan ngga berhenti diberikan. Dari awal air mineral dan kacang, lalu makan siang, kemudian cookie, eskrim, kacang lagi, ngga berapa lama datang coklat, lalu terakhir sebelum landing datang pie dan apel. Cookie dan es krimnya enak sekali.

(Ini ditulis di dalam pesawat ketika snack halal sudah dibagikan. Setelah berapa lama, kereta makan datang untuk membagikan snack ke penumpang lain dengan minuman, dikasih lagi satu kotak berisi 4 biji samosa, subhanallah).

Memang yang namanya manusia suka ngelunjak. Setelah abis satu bungkus jcookie yang buat saya enak banget, waktu ke kamar mandi kepikiran buat nanya ke pantry mungkin mereka punya sisa. Tapi batal karena malu. Setelah dikasih sekotak samosa lagi, akhirnya coba nanya. Kalo ngga nanya jawabannya selalu tidak. Tanya ke salah satu pramugari apa masih bisa dapat cookie ini satu lagi dan dia jawab sudah habis. Baiklah.

Tapi sedetik kemudian, dia jawab lagi,

Asking won’t hurt indeed.

“Wait, hang on, hang on,” lalu dia jalan mundur ke kursi depan dan nanya ke salah satu penumpang. Satu bungkus cookie dari penumpang tersebut berpindah tangan.

Salah satu keuntungan rekues makanan halal sebelum penerbangan, makanan kami selalu datang duluan. Sehingga ketika penumpang lain masih menunggu makanan datang (dan kelaparan) kami sudah selesai makan. Buat saya cukup enak makanannya, setidaknya piring saya lumayan bersih. Flight pergi nasi rendang dan sayur, flight pulang nasi, ayam lemon butter dan buncis. Tapi, saya emang ngga repot soal makan.

Bersyukur waktu pemilihan tiket antara naik SQ atau Qantas dengan sekitar 2,5 juta perbedaan akhirnya tetap pilih Qantas karena dua alasan : tidak ada transit dan bagasi yang lebih banyak.

Transit di Changi ngga jelek sebenarnya, cuma untuk jarak dekat seperti ini, transit kurang menguntungkan karena hanya menambah lama durasi perjalanan. Terutama pas pulang. Selesai traveling yang diinginkan cuma segera sampai rumah sesegera mungkin. Kurang menyenangkan ketika pulang masih harus turun naik pesawat lagi kalo ada pilihan lain. Sedangkan untuk bagasi, SQ hanya kasih 20kg, sedangkan Qantas 30kg.

Pilihan entertainmentnya juga sangat beragam. Jenis film anak juga cukup banyak. Saking banyaknya, film yang sudah disimpan di ipad anak ngga tersentuh sama sekali karena dia sibuk nonton apapun yang ada di layar depan.

Secara keseluruhan, naik Qantas buat ke Australia sangat menyenangkan.

Oh, setelah dengar beberapa kali petunjuk keselamatan, cara pengucapannya ternyata bukan ‘Kantas’ tapi ‘Kuantas’.

Posted in Places, Review, Travel, Visa

(Bahagianya) Mengurus Visa Australia Visitor Subclass 600

Tidak seperti negara induknya yang pengurusan visanya masya Allah ribetnya, mengurus visa turis Australia beberapa bulan lalu terasa seperti a walk in the park kata pepatah.

Tapi, dengan punya pengalaman pusingnya mengurus visa turis UK enam tahun lalu maupun frustasinya mengurus visa kerja UK tiga tahun lalu, hal ini menjadi standar yang sulit diturunkan tiap mau urus visa.

Sebelum pandemi, visa Australia bisa diurus di VFS Kuningan secara offline. Tapi, setelah pandemi, semua pengurusan visa dilakukan secara online melalui website ini.

Setelah tiket dibeli, saya mulai buat immiaccount. Satu immiaccount bisa digunakan untuk beberapa aplikasi. Jadi, untuk aplikasi kami sekeluarga tiga orang hanya perlu satu akun immiaccount, namun masing-masing tetap harus membuat satu aplikasi terpisah. Termasuk anak-anak.

Enaknya pengisian online ini, kita bisa isi sebisanya dulu dan kembali lagi kapanpun kita mau isi atau edit. Awal-awal saya benar2 isi apa yang saya ngerti dulu. Karena segampang-gampangnya, untuk pengisian dokumen visa semua hal sebaiknya dibaca dengan seksama, berulang kali supaya tidak ada salah pengertian yang berakibat ke salah pengisian.

Hampir tidak ada yang sulit dari pengisian visa Australia ini. Semua pertanyaan standar dan wajar. Kalo ada yang kurang paham, petunjuknya selalu ada di samping pertanyaannya. Seperti cara mengisi format no telpon.

Dari tahap pembuatan sampai akhirnya submit, memakan waktu tiga bulan, untuk saya. Kenapa? Karena isinya dicicil pelan-pelan. Pernah hiatus sebulan cuma dibaca-baca ulang aja, atau ngga dibuka sama sekali karena banyak hal-hal lain yang lebih mendesak buat diurus.

Dokumennya juga diuplod satu persatu sesuai ketersediaan. Targetnya adalah maksimal dua bulan sebelum tanggal keberangkatan sudah disubmit.

Tidak ada dokumen yang saya translasi kecuali kartu keluarga yang memang sudah diterjemahkan sejak tiga tahun lalu. KTP baik orangtua dan anak dicantumkan tanpa translasi.

Ketika semua formulir sudah diisi, semua dokumen sudah disertakan, tinggal klik submit. Dari sana, kita akan diarahkan ke pembayaran. Total biaya yang harus dibayarkan PER APLIKASI adalah 150 AUD atau sekitar Rp 1,6 juta.

Ada satu hal yang paling mencengangkan ketika selesai sampai tahap pembayaran :

Visa Pak Dokter langung GRANTED dalam hitungan menit. Selesai bayar, masuk notifikasi aplikasi diterima. Selang dua atau tiga menit, satu email datang lagi beserta surat yang menyatakan status visa subclass 600 GRANTED dengan multiple entries selama 3 tahun.

Dokumen kami lengkap dengan pendukung yang kuat seperti visa-visa lain yang sudah pernah didapat, dan tentu sebagai sponsor utama, dokumen Pak Dokter tentunya yang paling jelas. Tapi, agak ngga wajar juga menurut saya bisa langsung keluar surat dalam hitungan kurang dari lima menit.

Saya sampai cek berulang apa ini salah atau gimana. Mustinya senang ya, tapi yang ada malah khawatir. Karena punya saya dan anak saya masih hanya tertulis RECEIVED dan ngga ada perubahan sampai besoknya.

Mulai cari info berapa lama waktu yang wajar dan disebutkan memang bisa antara 48 jam – 20 hari. Rentang yang cukup jauh ya.

Alhamdulillah ngga perlu nunggu selama dua puluh hari, karena dua hari kemudian, dua surat visa GRANTED dengan multiple entries punya kami berdua juga ikut keluar.

Masih sulit percaya, setelah tiga tahun lebih, akhirnya ada post pengurusan visa lagi.

Bismillah, late Summer in Sydney we go!

Posted in Review

Servis Pemakaman Kamboja

Sudah lama sekali ngga pernah review apapun, tapi pengalaman beberapa hari ini berurusan dengan seluruh hal berkaitan dengan kejadian ini, betapa memudahkannya jasa yang ditawarkan pada saat kedukaan, sepertinya cukup penting buat ditulis, siapa tau ada yang perlu juga.

Sebelum ayah mertua meninggal dan masuk rumah sakit, pembahasan tentang teknis pemakaman sudah beberapa kali dibahas secara tertutup antara saya dan suami atau mertua.

Mengurus pemakaman bukan hal yang baru buat saya. Jadi cukup punya pengalaman dan pengetahuan tentang ini. Tapi, sebelumnya pengurusan dilakukan secara mandiri. Dengan bantuan seluruh anggota keluarga, yang jumlahnya cukup banyak.

Tapi, kondisinya agak berbeda untuk keluarga ayah mertua saya. Tidak banyak personel yang bisa diandalkan untuk hal ini, bahkan anak-anaknya. Minta bantuan pada pihak ketiga adalah cara yang paling logis.

Saya sebagai manajer lapangan sudah membuat plan tertulis secara detil tentang apa yang harus dilakukan dan dipersiapkan, termasuk tugas masing-masing anggota keluarga.

Plan yang ditulis di sore hari sebelum bapak meninggal di malam harinya.

Buat beberapa orang, membicarakan ini pada saat masih hidup mungkin agak kurang bisa diterima, namun, kami sudah melihat kondisi bapak yang semakin menurun. Meskipun tidak tahu kapan, paling tidak sudah ada sedikit bayangan tentang apa yang harus dilakukan dan biaya yang dikeluarkan.

Biaya pemakaman sendiri pada dasarnya mirip dengan pernikahan menurut saya.

Hal dasarnya sebenernya sangat simpel dan murah, yang tidak murah adalah biaya sosialnya, yang mana seringnya tidak bisa dihindari.

Saya mendapat kontak servis Kamboja dari internet dan langsung menhubungi WAnya. Dari awal, Mbak Asty, customer support mereka, sangat komunikatif dan responsif. Saya menanyakan beberapa hal tentang pemakaman.

Ada dua servis yang ditawarkan : standar dan premium. Harga premium dua kali harga servis standar, tapi servis yang ditawarkan juga jauh lebih lengkap dan komprehensif.

Kami cukup beruntung karena Alm. Bapak meninggalkan uang yang lebih dari cukup sehingga tidak perlu ada perdebatan tentang siapa yang bertanggung jawab untuk membiayai.

(Trust me, not even your own child would be source of help when it comes to money).

Kami memutuskan mengambil servis premium dan itu adalah salah satu keputusan terbaik yang diambil ketika berhadapan dengan hal ini.

Servis yang ditawarkan

Buat beberapa orang mungkin ini cukup mahal. Tapi, karena sudah merasakan lelahnya mengurus hal ini 10 dan 5 tahun lalu sendiri, kalo memang ada uangnya, minta bantuan adalah hal yang sangat meringankan beban dan pekerjaan yang harus dilakukan ketika berduka.

Ketika merasakan servis premium Kamboja ini, hampir tidak ada hal besar yang harus kami pikirkan sendiri, bahkan untuk hal kecil. Semua anggota keluarga bisa dengan nyaman menerima tamu, dan melakukan apa yang tidak bisa dilakukan pihak Kamboja.

Tapi, di luar itu, semua sudah dikerjakan oleh pihak Kamboja. Mulai dari penjemputan dari RS, sampai hari ini, Mbak Asty masih wara-wiri mengurus akte kematian bapak. Servis yang kami tidak ambil hanya pemandian karena sudah dilakukan pihak RS dan dua anak bapak yang hadir di RS waktu itu.

Itupun, ditawarkan penggantian berupa 50 pax makanan atau 40 pax yasin premium. Saya mengusulkan kepada semua keluarga kita ambil 50 pax makanan tapi akan disumbangkan. Semua setuju.

Hanya hitungan jam, makanan diterima.

Servis lainnya ngga kalah cepat. TPU dengan segera diurus slotnya ( mereka hanya bisa mengurus untuk TPU, bukan TPS). Paket Yasin premium jadi dalam sehari dengan revisi minor. Makanan berat 100 pax datang tepat jam 5 pagi. Snack sampai jam 10 pagi. Sampai ke pemakaman, tenda kursi, meja dengan air mineral dan makanan ringan semua sudah rapi tersedia. Tidak ada sepeser pun biaya lain yang kami keluarkan di pemakaman seperti tipping yang pimpin doa, yang gali kubur, dsb, yang mana adalah hal yang ‘harus’ dilakukan ketika mengurus sendiri.

Tugas saya sebagai manajer lapangan sangat terbantu sekali oleh kru Kamboja ini. Itupun sangat melelahkan, ngga kebayang kalo harus mengerjakan semua sendiri.

Untuk semua servis yang kami terima dari Kamboja sampai hari ini, Puas is such an understatement.

Terima kasih, Mbak Asty dan Kamboja. Semoga Allah membalas semua kebaikannya. Amin.

Posted in Review

Perpanjangan SIM A di Samsat Jakarta Timur

Terakhir kali melakukan proses ini 5 tahun lalu dan sudah banyak sekali cara lain untuk memperpanjang SIM A selain datang langsung ke SAMSAT.

Tapi, kenapa akhirnya tetap pilih datang langsung? Karena lebih gampang.

Malam sebelumnya menghabiskan waktu selama kurang lebih 2 jam melalui online dan itupun masih jauh dari selesai. Memilih untuk menyerah setelah sesi tes psikologi ke sekian kali (yang mana pertanyaannya sangat ribet dan ntah ya, ngga relevan aja buat perpanjangan SIM) dan ternyata buat kesehatannya harus datang ke puskesmas yang ditunjuk, yang mana lokasinya tidak mudah dan familiar.

Sekolah mendadak diliburkan hari ini karena ada kedukaan dan langsung memutuskan untuk pergi perpanjang pagi harinya.

Datang jam 8.30, ambil formulir dan ternyata perlu 4 lbr fotokopi KTP jadi ke fotokopi belakang. Bayar Rp 3.000.

Setelahnya kembali ke meja formulir dan dikasih form untuk diisi dan nomor antrian lalu suruh tunggu di tenda luar sampai dipanggil kata petugasnya. Buat berapa lama hanya duduk diam sambil nunggu, sampai ada satu bapak yang kasih tau kalo bisa langsung ke ruang tes kesehatan dan tea psikologi di samping belakang.

Masuk ke ruang tes kesehatan cuma ada ibu-ibu yang suruh baca angka ngga sampai lima menit dan bayar Rp 25.000.

Setelahnya ke ruang tes psikologi daftar lewat barcode isi form singkat dan dikasih booklet dan lembar jawaban. Hanya perlu isi bagian 3 sekitar 25 pertanyaan. Kali ini pertanyaannya lebih masuk akal.

Setelah selesai kembalikan dan bayar Rp 60.000.

Tunggu kembali lagi di tenda luar sampai nomor antrian dipanggil. Antrian dipanggil untuk ke loket asuransi bayar Rp 50.000 lalu ke loket BRI bayar SIM A baru Rp 80.000.

Semua berkas diambil dan dikasih antrian untuk foto.

Tidak sampai 10 menit dipanggil foto, ngga sampai 5 menit berikutnya nama dipanggil lagi bahwa SIM sudah jadi.

Total biaya untuk perpanjang SIM A secara langsung : Rp. 218.000 (karena belum fotokopi KTP, kalau sudah jadi Rp 215.000).

Total waktu : kurang lebih 1,5 jam.

Jelas lebih efisien daripada online, buat saya. Ditulis di sini siapa tau membantu dan supaya ngga lupa kalo harus urus lagi.

Tampilan baru SIM A
Posted in Books, Favorite things, Places, Review, Thoughts

Midweek Field Trip

When last week was packed and hectic, this week the tension has been toned down a little bit. More leisure in zoom school schedule means we could have more pleasure in home school one.

This week has been quite pleasant so far. Got boosted at home by the doctor, less zoom meetings from school and the little girl had done her final theory exam for this first year. So, yesterday, when she only got one zoom school in the morning, we went around to visit some places on my list.

Whenever I see some empty schedule from the school on the day where afternoon class schedule allows, my brain is racing faster. It would be bad to waste such precious chance to just stay at home.

So, whenever that empty schedule is available, I spend quite some time to check on google maps to see which option is available for our field trip. Mostly, I will take her on bus or train riding with a little bit of walking.

Planning itineraries with public transportation has been my favorite thing to do since long. Even better, since I have more free time on my hand. Since the little girl was little, we had visited few spots in Jakarta, by car, like TIM, or small library around the area. During London days, I have been excitedly planning things to do on weekend, where to eat, what to visit, with which bus or train to take. Playground and park always become main idea and the rest will follow.

It’s been a year since we visit many outdoor playground around this town with public transportation, like here for example. Some of them are free, some a paid one.

For this week, I had an idea on my head days before yesterday. Planned to merely visiting a gelato shop nearby with only 15 minutes bus riding from home and short walking.

(Much) better ideas always come on the last minute. I found that it was possible to add another more interesting itinerary together with gelato shop.

Instead of heading to gelato shop from the start, we were heading to National Library first. When I think about going by car, it feels so far, more with odd-even number policy. But, when I checked the way there by bus, it only took 40 minutes without too much bus changing hassles, more, very agreeable transport fee.

So, off we went to National Library first.

We arrived around 10 am. If previously children can enter any buildings without question as long as accompanied by vaccinated adults, yesterday, I was asked to be presented the little girl’s vaccination proof. Luckily, she had done her first jab, but unfortunately her vaccination certificate is together with her dad apps not mine.

But, the officer was quite helpful on that. I showed her the screencap of her vaccine certificate and then we were allowed to enter.

The library has 24 floors. Since our time is limited, yesterday we only focused on the 7th floor which is children section. They have quite wide range of collections. It was quite empty and pretty cozy.

The little girl found book series that kept her sitting and reading for more than an hour, and that made me so happy. I looked around to almost every shelf. I found a box of Enid Blyton books that I once had during childhood.

What needs to be improved from the library is, the signage for books category. It’s not that easily read thus, the browsing experience is a little bit less comfortable, for me.

Done with children’s floor, we went up to 24th floor, the executive lounge where you could see the view of Jakarta from above. They have outdoor balcony too. The wind was quite strong yesterday.

But, luckily, after days of grey sky, yesterday we got pretty clear blue one. So, the view was even better. Pictures below will explain it better.

Overall, the library is one of the free-worth-to-visit spots in Jakarta. I saw lot of college students there, either just hanged out or did their homework.

There are only two problems. First, the elevator. It took long queues to go up and down waiting for the elevator. They have three which stop in every floor, and they are almost always full. So, yesterday, instead of going up directly to the 24th floor, we went down first, as long as we got on the lift.

The other problem is quite personal.

If there’s one thing that is similar in museums or library runs by government that I have visited here,they put so many unnecessary people pictures everywhere (mostly those faces with power). As if we couldn’t get them enough around the street all over the city, we still have to see those faces too inside a building. Such a nuisance.

Instead of those pictures everywhere, what we need more is this kind of libraries around the town and make it more accessible for everyone.

The view of the lady from 24th floor

Done with library, we proceeded to the main idea for the little girl. Found this secluded gelato shop when I was waiting for her time at the daycare. Planned to take her here during weekdays because they’re closed on weekend.

From the library, we only had to take one bus ride straight to the gelato shop, so it was so convenient.

Their gelatos are pretty good. I chose dates with almond and the little girl went with oreo cream. I bought five more cups home for the doctor and had tried all of them, they were equally good.

Nice places, nice riding, delicious gelato while the weather was nice, truly my kind of outdoor time and field trip!

Posted in Places, Review, Thoughts

Five out Five for Bogor

Just returned from two nights stay in the heart of Bogor. Specific destination was Bogor Botanical Garden.

We ended up with a great stay in a semi budget hotel in front of the Garden, in a room with five star view from the window and excellent breakfast. Found an Indonesian Specialty Coffee shop that we visited twice in two days, a visit to zoology museum inside the garden, a hearty dinner in a restaurant with an-hour waiting list (for us, it was worth the wait, fyi).

If you visit Bogor, stay in Ibis Styles Pajajaran is recommended. Ask for city view room and enjoy this kind of view from the window.
You’ll have Gunung Salak on the right and Gunung Pangrango on the left.
Why go with trustable hotel chain? Three star with five star breakfast choices. Not only they have wide range of choices , the taste is excellent.
Ibis Styles Pajajaran is part of Accor Group.

As always, we were up early and got all the best worms. Bogor Botanical Garden is located right in front of the hotel. But, the gate in front of the hotel was closed so we had to circle around to the main gate, we didn’t mind at all. Bogor now has great pedestrian facilities.

Big pavements on the right and left in Bogor City Centre.

We spent around three hours inside. Our first stop was bike rent for the doctor. I prefered stay on my feet. Then, we stopped by zoology museum. It was a small museum with average collections. But, it was clean and seemed well-maintaned. Ticket price is Rp 25.000/person. It is perfect museum introduction for the kid of her age.

English and Indonesian captions are available in Zoology Museum.

The garden visit itself was enjoyable. Again, because we were early, we didn’t see crowd within our sight. It was far from empty, but since it is a huge garden, there is enough space to enjoy for everyone.

A nature visit is always be a good reminder how tiny a human is compared to many other creatures in this world.

Next, food.

We found a specialty Indonesian coffee shop within walking distance from the hotel. We stopped by for the first time to have lunch after three hours spent in Kebun Raya. From Kebun Raya, we went here by angkot. Rode on an angkot in Bogor gave certain feeling of good old days during college.

It was quite long wait for the food, because they were short of staff, yet we enjoyed the waiting because we had nothing to do. The place has nice ambiance, we just spent talking about things. The first day coffee was great for me, I loved it. On the second day I ordered banana cake it was also good. The main dish that we ordered was just okay for me.

Kopi Spectrum

Just like when I went to Paris for seven days, the thought went to my father a lot during the trip. That was the fuel to make the London trip in 2017 happened. A sudden idea popped in my head during my morning walk in the garden, texted and called him for several times asked whether he wanted to join us. He said okay when I offered him to book a room. So we got company on the second day.

We chose a restaurant that we have never visited before, and of course my dad hadn’t too. Turned out it was quite full and when we came we got 13 queues of waiting list. We usually are not the type who is willing to wait that long for food, but we had no better options at that time, so we chose to wait. After an hour, and occasional nagging, the wait was over.

Two things that made up the long waiting were : the helpful and accommodating staff, until we tipped her personally, and the food came so quickly and the taste were excellent.

Medja Reataurant

As always, we’re never the ambitious type for every trip that we have taken to. Specific destination yes, but not one full of itineraries. Mostly enjoyed a laid back one. Slow yet long walking. Stopped by the park for ice cream or playground, nap time, afternoon walk for food, home by maghrib or at least isya, and bed by 8-9 pm. Just like what we do at home.

In this trip, we got everything that everyone needed. Overall, it was two days stay in a three star hotel with five star experiences!

Posted in Langit Senja, Review

Review : Numbots, Time Table Rockstar, Epic!

Mumpung moodnya dateng.

Salah satu berkah dari pandemi yang dirasakan adalah bagaimana itu membawa perubahan besar sekali dalam hal pendidikan. Terutama yang terjadi di rumah. Pandemi ini membuka mata bahwa banyak hal tentang pendidikan ini yang sebenarnya ada di tangan kita sendiri dan bukan di tangan guru dan kurikulum sekolah.

Pandemi ini buka banyak kesempatan untuk belajar tanpa batas, baik waktu dan tempat, dengan orang-orang dari berbagai jenis di seluruh dunia dan ini menyenangkan sekali.

Saat ini komposisi pendidikan yang dijalani L adalah 75% kurikulum pribadi dan 25% dari sekolah. Saat ini, sekolahnya lebih mirip dianggap kaya ekskul dibanding yang utama. Apa yang didapat dari sekolahnya saat ini lebih untuk mengatasi apa yang dia ngga bisa dapat dari rumah seperti sosialisasi dengan teman seumurnya, sedangkan di rumah fokus ke hal-hal untuk mengeluarkan kelebihan, mengajarkan hal yang lebih penting seperti cara berpikir dan membangun kebiasaan-kebiasaan baik.

Salah satu fokus yang orangtua sering lupa adalah kita bukan hanya membesarkan anak tetapi juga mempersiapkan mereka buat jadi orang dewasa. Oleh karena itu, selain belajar, L juga punya tugas lain di rumah yang berhubungan dengan pekerjaan rumah tangga seperti cuci piring, mengoperasikan mesin cuci, menjemur dan melipat bajunya sendiri, merapikan tempat tidur sendiri, dan akan terus ditambah seiring waktu.

Dari awal, seperti yang pernah saya tulis di post sebelumnya, saya punya tiga tujuan besar yang saya ingin ada di anak saya :

– self discipline (ngga nemu kata di bahasa Indonesia yang pas untuk ini) untuk dirinya sendiri.

– empati untuk berhadapan dengan orang lain.

– literasi untuk memahami banyak hal di hidup ini.

Tiga hal itu menjadi dasar untuk menjalani kegiatan sehari-hari seperti pernah ditulis di salah satu post ini.

Untuk kali ini, saya mau review tentang tiga aplikasi utama yang sudah kami pakai selama kurang lebih 1,5 tahun ini.

1. Numbots

Ini adalah aplikasi untuk matematika khusus buat penambahan dan pengurangan. Terdiri dari beberapa level dari yang paling mudah sampai yang sulit.

Salah satu point penting dari aplikasi ini adalah repetisi. Satu topik yang sama bisa dibuat di beberapa level dengan cara yang berbeda. Buat kami ini menarik karena repetisi adalah kunci untuk membuat suatu hal menjadi permanen di dalam otak. Dalam hal apapun, termasuk belajar matematika.

Fokus kami bukan tentang seberapa banyak level bisa dihabiskan atau seberapa banyak koin yang bisa dikumpulkan, tapi seberapa konsisten game ini dimainkan dalam jangka waktu yang lama.

Selama kurang lebih 1,5 taun terakhir, dia sudah menyelesaikan 12 dari 18 tahap Numbots yang tersedia. Untuk menyelesaikan satu tahap, dia harus melewati 80-90 level kecil untuk setiap tahap.

Badge terakhir : 365 hari berturut-turut

Awalnya, aplikasi ini diberikan gratis dari sekolahnya di London ketika awal pandemi. Setelah setahun lebih konsisten menggunakan ini sampai kami kembali ke Jakarta, karena khawatir history dia hilang karena sudah bukan murid sekolah tersebut, kami memutuskan untuk pindah ke akun keluarga dengan biaya pribadi.

Buat kami pribadi, harga yang dibayar bukan hanya yang tertera di atas. Untuk harga tersebut, kami terbebas dari sakit kepala mengajarkan matematika dengan cara yang tidak menyenangkan, membuat anak belajar matematika setiap hari tanpa drama.

Dan ini bisa untuk beberapa anak sekaligus. Jadi buat yang punya anak usia berdekatan, makin oke lagi valuenya. Juga bisa dibagi dengan sepupu yang seumur.

(Enak bukan, ibu-ibu?)

2. Time Table Rockstar

Nah, ini adalah kakaknya Numbots. Numbots dan TTRS ini games dari developer yang sama dengan fokus yang berbeda. Kalo Numbots fokus di penambahan dan pengurangan, TTRS fokus di perkalian dan pembagian.

Seperti Numbots, TTRS juga terdiri dari berbagai level di setiap tahap. Kalo di Numbots untuk maju ke level berikutnya perlu menjawab dengan hasil minimal 2 bintang (yang ditentukan oleh kecepatan menjawab), kalo TTRS, ditentukan oleh soal yang bisa dijawab dengan benar dalam waktu 1 menit. Dibutuhkan minimal 20 jawaban benar untuk lanjut ke level berikutnya. Kalo ngga sampe 20 jawaban benar, harus ulang lagi.

Kalo bisa jawab 20, tulisannya continue. Kurang dari 20, play again.

Sekali lagi, kuncinya di game ini adalah repetisi. Jadi beda level bisa tentang soal yang sama dan berulang, dengan metode yang beda.

Fokus di TTRS ini adalah perkalian 1-12.

Biaya per tahun

Untuk saat ini, kami lebih pilih fokus dengan dua aplikasi ini untuk training matematikanya dibanding membayar ke lembaga les tertentu.

3. Epic!

Selain Numbots, ini adalah legacy lain dari sekolahnya di London. Kalo Numbots untuk matematika, ini adalah untuk membaca. Fokus pendidikan usia dini di sana cuma tiga : math, reading, writing. Jadi semua sumber daya untuk tiga hal tersebut berlimpah. Ngga ada PR lain selain membaca, setiap hari.

Ini juga hal yang mau kami tetap jalankan setelah pulang ke Jakarta.

Epic! ini seperti Nettlix untuk buku. Tersedia beribu buku dari semua topik dan untuk berbagai level pembaca. Buat yang belum lancar buku ada fitur read-to-me. Buku-bukunya juga menarik dan selalu diupdate. Ada Epic! Original series, kaya Netflix banget kan?

Statistik setelah 1,5 tahun
Bisa liat reading history

Buat kami, Epic! ini value for moneynya tinggi sekali. Kebiasaan bacanya dapet, kaya kamus kecil dengan penjelasan komprehensif untuk berbagai topik dan pertanyaan, ngga perlu space buat menyimpan bukunya terutama buat yang tinggal di ruang kecil dan masih pindah-pindah seperti kami. Harga yang dibayar buat semua keuntungan di atas Rp 140.000/BULAN.

Jadi, bukan per tahun ya buat Epic! ini.

Selain tiga aplikasi ini, kami juga sangat bergantung pada banyak aplikasi menarik buat pelajaran musiknya. Beberapa aplikasi musik yang rutin dipakai : Pitch Ear dan Piano trainer.

Salah satu privilege besar yang L punya itu adalah punya dua orang tua yang sama passionatenya di banyak hal untuk pendidikannya. Semua aplikasi baik buat belajar ataupun game, itu hasil kurasi ayahnya yang bukan sekedar asal unduh, tapi diliat dan dicoba satu persatu, kadang ditonton dulu tutorial dan reviewnya.

Semoga review ini bisa membantu dan makin banyak orang yang pakai tiga apps berguna ini!

Posted in Favorite things, Langit Senja, Places, Review

Glamping at Forest Garden Batulayang

I usually write in Bahasa Indonesia for a review, but not this time because no time to think harder.

Camping has been on little girl’s head for quite a while without no clear answer or plan.

Found this quite secluded glamping spot two weeks before, after intense two days researches, after having an official letter about piano school semester break, without knowing any other schedules at school.

Chose the date carefully on weekdays and half weekend. When the weekly schedule released last Sunday, the departure date turned out to be exactly right after the last test day at school, and for the first time, there was no zoom meeting for her favorite subject on Friday.

These little things that seemed like coincidences were things that amazed me how the invisible hand would help you in many ways beyond human calculation.

This glamping site is the closest, the safest, and the most reasonable choice for newbies like us (me and the little girl). It feels like camping like sleeping with some bugs, open air bathroom with pine tree view, night with bonfire, yet it has some adjustments like comfy bed and blanket and acceptably clean bathroom.

It is our first outing after nine months here and it is quite safe space for current situation. Open air, no physical distancing needed, big chance of mask free possible since meeting other group was quite rare. During our stay, there were only other two families.

Some yes points for the glamping site :

– Responsive staff

– Reasonable driving distance from home (2 hours)

– Got the camping feel for the little girl such as sleeping with some bugs inside the tent, campfire with roasted marshmallows, open air bathroom yet got the two most important things comfortably for mommy : bed and bathroom. Not ready to settle for less since this was my first time too.

– Price included 3 meals (BLD) and 3 snacks time.

– Quiet, fresh air, and far from crowded. At that time, we only had other two families with us. Those two checked out the next day, so there was period when we got all the camping site for ourselves.

– Kids friendly activities such ATV, fishing, guling-guling on the grass, walking and bathing in the river, monkey watching (there were few since it’s forest), acceptable tracking route for little girl with some help (tolerable means it depends on the one who got through it).

We took the nature walk to the next level. Conquered quite short yet rocky trail, crossed the river, climbed the rock with some help and managed to reach the finish line.

It was a great chance to entertain all the senses to the fullest.
Watched the beautiful view along the hike.
Listened to the nature sound and the silence of the forest.
Smelled the fresh air.
Felt all the things with the hand and feet.
Filled the heart with utmost gratitude.

This was also my first time doing such thing and felt so ecstatic to have my pink boots finally been in the place it should have been after a while.

It is quite hard to not to brag about this little traveler who survived all kind of weather, from the deep blue sea to the top of the forest, happily. After live on board in Komodo Island for 5 days two years ago, this was another nature adventure she did well.

Among 11 people who started the tracking, only 3 completed the journey.

Finish what we have started is not something that everyone can do.

It was two days well spent without daily schedule, youtube or Roblox since proper internet or wifi was not available. Yes, they got NO WIFI, although they said they did in the website.

But, it wasn’t really a big problem because we did many things such as playing card for learning bahasa Indonesia, snake and ladder, drawing, or just swinging and went around the site.

“Will we have another camping next year?” she asked.

Well girl, that is a question that only time could answer. For now, let’s say big fat Alhamdulillah for us to be granted this precious chance.

Posted in Review, Thoughts

Super Sunday

What kind of things that could define such title?

Watching a Bollywood movie about the struggle of a child with dyslexia. Almost every scene is so relatable in many ways. It described a lot the saying that not all disabilities are visible. It also reminded me so much about the struggle and the long way to find the answer for the little girl.

How I wish we had more teacher like Ran Nikumbh. Someone who believes. Someone who is willing to step in and understand there’s so much more to see behind a child’s behavior. Someone who believes that every child is special. The scenes below is one of my favorites from the movie.

After long writing about Dangal few years ago, Taare Zameen Par is another must watch piece from Amir Khan. In Amir Khan, we trust.

The next thing was having a hearty dinner served by the chef’s cooking. A set of japanese comfort food. Been having non-rice dishes for few days. Today’s supper felt like having a grand breakfasting.

Salmon veryyummy and a bowl that makes miso happy (wish to be as genius as languagenerd account)

And last but not least, the sky served me some dessert with its soft beautiful sunset colors.

For others, these might be just an ordinary Sunday. But, for me, these are things that fit my definition of super Sunday. Things that filled the whole part of yourself inside out with warmth and gratitude.